Judul Buku : A Cat in My Eyes
Penulis : Fahd Djibran
Penerbit : Gagas Media
Halaman : 160 halaman
Genre : Sastra
Mengulik Tentang Kesejatian Hidup Manusia
Apakah engkau menjalani hidup hanya dengan berlari, berpeluh mencari tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya kau cari? mengejar tanpa tahu apa yang kau kejar?. Hingga pada suatu titik kau menengok ke belakang dan justru tidak menemukan apapun?. Fahd melalui bukunya A Cat in My Eyes mengajak kita untuk berhenti sejenak, mempertanyakan kembali apa makna dari kehidupan yang tengah kita jalani, untuk mencari esensi kesejatian hidup kita sebagai manusia.. Merujuk sebuah kalimat dari Socrates “Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan”. Hmm..pernah terlintaskah hal itu pada pikiran kalian?
Sebuah karya yang masih jarang di tengah ratusan pilihan buku, sebuah karya filosofis yang dikemas dengan ringan,. Bukan ingin mendikte dengan berpuluh-puluh kata-kata bijak ataupun mensesakinya dengan filosofi-filosofi yang berat bagi pembaca. Lahir di sana muatan pikiran-pikiran cerdas yang disampaikan dengan caranya yang lugas hingga dapat mudah ditangkap esensinya oleh pembaca. Sosok kemudaannya yang masih menggebu membawakan kita sebuah pemikiran kritis, tak lazim namun bila ditinjau ulang hal-hal yang disampaikannya sungguh merupakan hal esensial yang terkadang kita lupakan. Hal-hal yang tergerus rutinitas hidup yang membawa kita dalam kehidupan ya ng sesak oleh muatan duniawi. Menghilangkan sisi kemanusiawian kita sebagai makhluk yang “hidup” dalam artian hidup yang penuh arti dalam setiap peristiwa yang kita lalui.
Fahd melalui 27 sketsanya mengajak kita meruntuti alur pikirannya yang kadang meloncati ambang kelaziman, cerdas, menggebu, namun tetap menghadirkan makna yang mendalam. Walaupun setiap sketsa menghadirkan setiap ceritanya tersendiri, namun semuanya terangkum dalam kumpulan mozaik yang pada akhirnya memunculkan gambaran utuh apa yang ingin ia sampaikan. Karena setiap sketsanya lahir dari sebuah jiwa yang sama. Jiwa yang rindu akan esensi kesejatian manusia. Tentang apa yang kita cari dalam hidup, tentang cinta dan rindu, tentang keabadian waktu, pilihan hidup dan tentu saja tentang Tuhan. Mengangkat cerita dan kisah yang sederhana dan ringan, kadang dari cerita sehari-hari yang terjadi di sekitar kita membuat karya ini tidak ‘berat” walaupun mungkin topik yang dibawakannya tergolong sarat filosofi. Mungkin kalimatnya akan membuat kening kita berkerut, kadang berhenti sejenak membaca dan mempertanyakan hal-hal yang sama, ataupun malah melahirkan pertanyaan-pertanyaan lain dari diri kita sendiri.
Fahd juga tidak mencecoki kita dengan bahasa yang berat dan formal, namun tetap setiap kisahnya menuntun kita pada suatu pemaknaan kembali akan hidup. Bahasanya berupa campuran kata-kata puitik dengan sajak-sajak yang diselipkan dengan apik, dipadu gaya anak muda gaul yang menuangkan pemikiran khas anak muda dengan kekritisannya. Ataupun kadang berbau sastrawi dengan diksinya yang memikat. Meruntuti setiap sketsanya membawa kita meninjau ulang pemikiran yang kadang terlewatkan, terlupakan atau memang tak pernah terlintas dalam kepala yang tak pernah berani untuk bertanya. Sketsanya memanusiakan kembali kemanusiaan kita. Ia mengusik kita dengan kekritisan akan keberagaman, keTuhanan, pluralitas tanpa menyesatkan ataupun memaksakan laju pemikirannya. Fahd menawarkan kita untuk menghela nafas sebentar dari derasnya laju hidup untuk kembali meninjau ulang hal-hal yang krusial namun kadang terlewatkan. Sebuah karya berbobot yang lahir dari seorang anak muda yang berani mempertanyakan esensi kesejatian hidup manusia.
Salut, Fahd!***
Sebuah karya yang masih jarang di tengah ratusan pilihan buku, sebuah karya filosofis yang dikemas dengan ringan,. Bukan ingin mendikte dengan berpuluh-puluh kata-kata bijak ataupun mensesakinya dengan filosofi-filosofi yang berat bagi pembaca. Lahir di sana muatan pikiran-pikiran cerdas yang disampaikan dengan caranya yang lugas hingga dapat mudah ditangkap esensinya oleh pembaca. Sosok kemudaannya yang masih menggebu membawakan kita sebuah pemikiran kritis, tak lazim namun bila ditinjau ulang hal-hal yang disampaikannya sungguh merupakan hal esensial yang terkadang kita lupakan. Hal-hal yang tergerus rutinitas hidup yang membawa kita dalam kehidupan ya ng sesak oleh muatan duniawi. Menghilangkan sisi kemanusiawian kita sebagai makhluk yang “hidup” dalam artian hidup yang penuh arti dalam setiap peristiwa yang kita lalui.
Fahd melalui 27 sketsanya mengajak kita meruntuti alur pikirannya yang kadang meloncati ambang kelaziman, cerdas, menggebu, namun tetap menghadirkan makna yang mendalam. Walaupun setiap sketsa menghadirkan setiap ceritanya tersendiri, namun semuanya terangkum dalam kumpulan mozaik yang pada akhirnya memunculkan gambaran utuh apa yang ingin ia sampaikan. Karena setiap sketsanya lahir dari sebuah jiwa yang sama. Jiwa yang rindu akan esensi kesejatian manusia. Tentang apa yang kita cari dalam hidup, tentang cinta dan rindu, tentang keabadian waktu, pilihan hidup dan tentu saja tentang Tuhan. Mengangkat cerita dan kisah yang sederhana dan ringan, kadang dari cerita sehari-hari yang terjadi di sekitar kita membuat karya ini tidak ‘berat” walaupun mungkin topik yang dibawakannya tergolong sarat filosofi. Mungkin kalimatnya akan membuat kening kita berkerut, kadang berhenti sejenak membaca dan mempertanyakan hal-hal yang sama, ataupun malah melahirkan pertanyaan-pertanyaan lain dari diri kita sendiri.
Fahd juga tidak mencecoki kita dengan bahasa yang berat dan formal, namun tetap setiap kisahnya menuntun kita pada suatu pemaknaan kembali akan hidup. Bahasanya berupa campuran kata-kata puitik dengan sajak-sajak yang diselipkan dengan apik, dipadu gaya anak muda gaul yang menuangkan pemikiran khas anak muda dengan kekritisannya. Ataupun kadang berbau sastrawi dengan diksinya yang memikat. Meruntuti setiap sketsanya membawa kita meninjau ulang pemikiran yang kadang terlewatkan, terlupakan atau memang tak pernah terlintas dalam kepala yang tak pernah berani untuk bertanya. Sketsanya memanusiakan kembali kemanusiaan kita. Ia mengusik kita dengan kekritisan akan keberagaman, keTuhanan, pluralitas tanpa menyesatkan ataupun memaksakan laju pemikirannya. Fahd menawarkan kita untuk menghela nafas sebentar dari derasnya laju hidup untuk kembali meninjau ulang hal-hal yang krusial namun kadang terlewatkan. Sebuah karya berbobot yang lahir dari seorang anak muda yang berani mempertanyakan esensi kesejatian hidup manusia.
Salut, Fahd!***
Buku Apaan nih. Oh ya ke blog ku dong aku punya buku yang kusukai untuk kugeritakn isinya
BalasHapusKe https://bukufaforit.blogspot.com