“Mba, apa ada anak kosan yang namanya Mars Wijayanti di sini ya? Tanya pak ayom terdengar lamat-lamat dari kamar kosku pada anak-anak kos di lantai dasar. Whew..namaku disebut. Buru-buru segera keluar kamar.
“ wah, saya itu pak”. Teriakku dari lantai 2. Maklum saja, semua anak kos mengenalku hanya dengan nama panggilanku saja, Siwi. Mana ada yang tahu dengan namaku yang super panjang itu.
“
“Itu loh tadi ada tukang pos kirim
Bling,
“Kayaknya dari penerbit apa gitu..majalah apalah namanya, saya lupa”. Pak Ayom dengan tampangnya yang lugu itu tanpa sempat kutanya sudah menjelaskan. Pak Ayom, yang bantuin bersih-bersih di kos, walau harus naik sepeda kumbangnya yang sudah renta itu berkilo-kilo untuk sampai kosku. Sudah ditekuninya pekerjaan itu bertahun-tahun lamanya, tapi memang kabarnya bukan hanya kosku saja, ada beberapa kos dalam sehari di daerah Kaliurang yang dibersihkannya.
Wah, dari penerbit mana?. Aku mencoba mengingat ingat aku pernah mengirim karya ke mana. Seingatku hanya ke sebuah majalah bulanan panjebar semangat. Sebuah majalah bahasa jawa yang biasanya dulu langganan bapak. Kukirim sebuah cerpen gara-gara pengen membuktikan diri bisa nulis dalam bahasa jawa, hmm nggak mudah loh, lha wong orang jawa tapi nggak bisa basa krama inggil ehehe..terlibas modernisitas ternyata ufff.
Kesokan harinya, dengan semangat 45 aku meluncur ke kantor besar dengan sepeda motorku untuk mengambil
Hari gini masih pake
Ah, ternyata memang benar dari Panjebar Semangat. Hmm..jadi benar cerpenku itu dimuat toh. Wah..terbersit rasa bahagia membuncah pastinya. Mataku agak menyipit melihat jumlah nominalnya. Rp. 35.000.
What..yang benar saja! Ufff…ini mah cuman cukup nutup biaya kirim, cuman lebih sedikit doangL.
Itu kejadian dua tahun lalu, saat masih tinggal di Jogya.
Yah, begitulah honor tulisan memang tergantung pada masing-masing media. Yang lebih bonafide tentu saja honornya lebih lumayan. Penerbit besar biasanya pun akan lebih banyak menghargai hasil karya para penulis. Tapi memang masih belum banyak yang berani menggantungkan penghidupannya hanya sekedar dari dunis tulis menulis. “Jadi penulis itu nggak bisa kaya!”. Anggapan itu masih saja melekat, walaupun sekarang itu agak tereduksi karena sedang boomingnya dunia penulisan. Yah, seperti yang kubaca di sebuah artikel kompas minggu lalu.
“ sastra kini bukan hanya milik orang-orang seperti Chairil Anwar. Maklum dulu, sastra yang hanya bisa diciptakan orang, seperti seorang empu yang memang dilahirkan dengan bakatnya untuk membuat keris.
Sastra dan dunia penulisan sekarang telah merambah ke berbagai kalangan. Mulai dari ibu rumah tangga yang menulis di sela-sela memasak dan menjaga anak, TKW, mahasiswa, anak SD, pegawai negeri ataupun swasta, siapa saja, tanpa harus mempunyai “darah biru” seorang sastrawan yang terkesan eksklusif. Siapapun itu juga termasuk aku, dosen yang kurang kerjaan, dan banyak yang mengomentari salah jurusan. Ahaha…
“ Harusnya ngajar sastra
Kembali soal honor tulisan. Mau tau gambaran penghasilan penulis. Nih…
1. Buku A
Harga jual: Rp 35.000
Royalti: 10 % dari total penjualan
Masa pembayaran royalti: 6 bulan sekali, yakni Januari dan Juli.
Selama periode Januari - Juni 2005, jumlah eksemplar buku A yang terjual adalah 600 kopi. Maka, royalti yang diterima si penulis adalah:
[ ( Rp 35.000 X 600 kopi ) x royalti 10% ] - pajak 15 persen
= Rp 1.785.000
2. Buku B
Harga jual: Rp 45.000
Royalti: 10 % dari total penjualan
Masa pembayaran royalti: 6 bulan sekali, yakni Januari dan Juli.
Selama periode Januari - Juni 2005, jumlah eksemplar buku A yang terjual adalah 1.000 kopi. Maka, royalti yang diterima si penulis adalah:
[ ( Rp 45.000 X 1.000 kopi ) x royalti 10% ] - pajak 15 persen
= Rp 3.825.000
Jadi, penghasilan si penulis selama 6 bulan dari kedua bukunya adalah Rp 5.610.000.Dengan kata lain, penghasilan rata-ratanya perbulan adalah Rp 935.000.
Perlu dicatat pula, contoh di atas kebetulan menggunakan angka-angka yang cukup tinggi. Coba Anda hitung sendiri, jika buku si penulis hanya terjual 300 kopi selama 6 bulan, dan harga jualnya Rp 20.000 atau Rp 18.000 per eksemplar.
(sumber:www.penulislepas.com).
Hmm..tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, misalnya ia seorang kepala rumah tangga yang harus mencukupi kehidupan sebuah keluarga.
Memang lain cerita dengan nasib para penulis bestseller seperti penulis yang laris manis dengan tetralogi laskar pelangi-nya, Andrea hirata atau Kang Abik dengan Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih-nya. Bahkan karyanya yang sudah difilmkan pastinya meraup royalti yang semakin menebalkan kantong.
Yah, hanya ingin menilik sisi lain dari seorang penulis, yang tentu saja tetap saja pada satu sisi menginginkan penghargaan yang layak untuk karya-karyanya. Namun, sejatinya bagi seorang penulis bagaimana karyanya bisa memuaskan diri sendiri, bisa dibaca oleh orang lain, apalagi bila pada akhirnya bisa menginspirasi atau minimalnya memberi penghiburan, itulah penghargaan setinggi-tingginya sebagai seorang penulis***.
0 Comments: