”Jangan pernah engkau berpetualang, bila hendak mencari akhir darinya. Ia akan menggodamu ke ceruk-ceruk yang lebih menantang”
Ehehe ini bukan kata bijak siapa-siapa, itu kata-kataku. Entah mengapa aku suka membuat beberapa penggal kalimat dan menuliskan namaku di bawahnya. Mungkin karena aku suka membaca kata-kata bijak dari berbagai tokoh maupun orang terkenal baik yang berabad-abad lalu maupun yang masih hidup kini. Aku selalu takjub dengan beberapa penggalan kalimat yang telah banyak menginspirasi banyak orang. Dan barisan kalimatku di atas ingin bicara tentang petualangan, kawan.
Bila engkau ingin hidup yang mudah, jangan memilih untuk berpetualang dan menantang mara bahaya. Tapi bila engkau ingin merasakan daya hidup dalam hembusan nafasmu, mulailah petualanganmu untuk merasakan hidup dalam kekinian.
Aku memang belum tahu banyak tentang petualangan, aku hanya pemula yang begitu tergila-gila dengan petualangan. Ia menawarkanku beribu pemaknaan hidup yang terletak pada pencarian, pertanyaan dan jawaban. Dan kini aku merindunya. Merindu saat merasakan tapak kakiku serasa tak menginjak bumi, walau getar kegugupan yang dirasakan jantungku serasa akan meledak. Aku baru tahu manusia bisa merasakan saat-saat seperti itu. Dan sekali lagi, kini aku merindunya.
Orang bilang saat manusia dilibat rutinitas, pekerjaan dan tanggung jawab maka urat hidupnya akan mati. Entahlah, adakalanya hal itu terasa benar. Tapi manusia membutuhkannya karena semua tanpa hal itu, pesona yang mengerjap menawarkan kebebasan hanya akan terasa seperti rayuan sang kasmaran pada awal perpaduan, pesona sesaat yang takut tersibak kepalsuannya. Ah, bicara apa aku ya..mengapa tiba-tiba kata-kataku mengalir tidak lugas?
Engkau mungkin bertanya dan menyergahku dalam hati, ”heh apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Mengapa tak biasanya berbelit-belit?“ ehehe...
Aku tengah ditelan kerinduan, kawan. Kerinduan pada hal yang tidak ada di sisi, pada hal yang jauh dari pandang, pada tempat yang pernah mengisi hati. Hatiku ngilu saat menatap gambaran bisu, yang merekam senyuman merekahku, tempat-tempat di negeri dongeng itu, wajah-wajah yang mungkin tak bisa lagi kujumpai dalam ayunan langkah ke depan. Aku tidak tahu apa yang ditawarkan masa depan, tapi aku yakin dengan setiap tapakku yang mengangkahi bumi.
Dulu aku berpikir dengan mengunjunginya, kerinduan berkaratku akan tuntas. Tapi mengapa saat kaki telah melangkah pergi, dan waktu terus mengalir dalam perputarannya, tali itu tak pernah lepas dariku. Mengikuti kemana saja aku pergi, membebatku dengan kenangannya. Lalu aku harus menyalahkan siapa, kawan?
Ah, sebaiknya kuakhiri barisan kalimat yang semakin menyulut rinduku. Mungkin gerimis rintis tadi sore menghilangkan akal sehatku, hingga membiarkan diriku berlama-lama bicara pada angin dan mengira ia akan menyampaikan kerinduanku pada tempat-tempat yang jauh itu. Serasa masih sesak apa yang memenuhiku saat ini, dan dalam satu kejapan mata, dalam tetes hujan yang dihadiahkan langit, pada sesapan kopi yang terakhir, dalam baris yang tak mau berhenti kutulis, aku sungguh merinduinya.
Awal tahun depan, seorang sahabat akan datang mengunjunginya. Bahagiaku membuncah untuknya, karena aku dan dia pernah berbagi mimpi dan cinta yang sama tentang tempat itu, maka nanti aku ingin ia membauinya untukku. Membaui jerangan kopi Lavazza dalam Bialleti di pagi hari, menciumi aroma pizza carbonara yang baru selesai dipanggang, dan merasakan hembusan angin sore yang dibawa laut Mediterania.
Dan menyampaikan pada daun-daun musim gugurnya, bukit-bukitnya yang menjulang serta kastil-kastilnya yang agung, ” Bila masa depan masih memberiku waktu dan mimpi, aku ingin mengunjunginya (lagi), rumahku. Dan mengenalkan orang-orang yang akan mencintainya seperti caraku mencintai tempat itu”
23 07 09 9.10 pm
Ehehe ini bukan kata bijak siapa-siapa, itu kata-kataku. Entah mengapa aku suka membuat beberapa penggal kalimat dan menuliskan namaku di bawahnya. Mungkin karena aku suka membaca kata-kata bijak dari berbagai tokoh maupun orang terkenal baik yang berabad-abad lalu maupun yang masih hidup kini. Aku selalu takjub dengan beberapa penggalan kalimat yang telah banyak menginspirasi banyak orang. Dan barisan kalimatku di atas ingin bicara tentang petualangan, kawan.
Bila engkau ingin hidup yang mudah, jangan memilih untuk berpetualang dan menantang mara bahaya. Tapi bila engkau ingin merasakan daya hidup dalam hembusan nafasmu, mulailah petualanganmu untuk merasakan hidup dalam kekinian.
Aku memang belum tahu banyak tentang petualangan, aku hanya pemula yang begitu tergila-gila dengan petualangan. Ia menawarkanku beribu pemaknaan hidup yang terletak pada pencarian, pertanyaan dan jawaban. Dan kini aku merindunya. Merindu saat merasakan tapak kakiku serasa tak menginjak bumi, walau getar kegugupan yang dirasakan jantungku serasa akan meledak. Aku baru tahu manusia bisa merasakan saat-saat seperti itu. Dan sekali lagi, kini aku merindunya.
Orang bilang saat manusia dilibat rutinitas, pekerjaan dan tanggung jawab maka urat hidupnya akan mati. Entahlah, adakalanya hal itu terasa benar. Tapi manusia membutuhkannya karena semua tanpa hal itu, pesona yang mengerjap menawarkan kebebasan hanya akan terasa seperti rayuan sang kasmaran pada awal perpaduan, pesona sesaat yang takut tersibak kepalsuannya. Ah, bicara apa aku ya..mengapa tiba-tiba kata-kataku mengalir tidak lugas?
Engkau mungkin bertanya dan menyergahku dalam hati, ”heh apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Mengapa tak biasanya berbelit-belit?“ ehehe...
Aku tengah ditelan kerinduan, kawan. Kerinduan pada hal yang tidak ada di sisi, pada hal yang jauh dari pandang, pada tempat yang pernah mengisi hati. Hatiku ngilu saat menatap gambaran bisu, yang merekam senyuman merekahku, tempat-tempat di negeri dongeng itu, wajah-wajah yang mungkin tak bisa lagi kujumpai dalam ayunan langkah ke depan. Aku tidak tahu apa yang ditawarkan masa depan, tapi aku yakin dengan setiap tapakku yang mengangkahi bumi.
Dulu aku berpikir dengan mengunjunginya, kerinduan berkaratku akan tuntas. Tapi mengapa saat kaki telah melangkah pergi, dan waktu terus mengalir dalam perputarannya, tali itu tak pernah lepas dariku. Mengikuti kemana saja aku pergi, membebatku dengan kenangannya. Lalu aku harus menyalahkan siapa, kawan?
Ah, sebaiknya kuakhiri barisan kalimat yang semakin menyulut rinduku. Mungkin gerimis rintis tadi sore menghilangkan akal sehatku, hingga membiarkan diriku berlama-lama bicara pada angin dan mengira ia akan menyampaikan kerinduanku pada tempat-tempat yang jauh itu. Serasa masih sesak apa yang memenuhiku saat ini, dan dalam satu kejapan mata, dalam tetes hujan yang dihadiahkan langit, pada sesapan kopi yang terakhir, dalam baris yang tak mau berhenti kutulis, aku sungguh merinduinya.
Awal tahun depan, seorang sahabat akan datang mengunjunginya. Bahagiaku membuncah untuknya, karena aku dan dia pernah berbagi mimpi dan cinta yang sama tentang tempat itu, maka nanti aku ingin ia membauinya untukku. Membaui jerangan kopi Lavazza dalam Bialleti di pagi hari, menciumi aroma pizza carbonara yang baru selesai dipanggang, dan merasakan hembusan angin sore yang dibawa laut Mediterania.
Dan menyampaikan pada daun-daun musim gugurnya, bukit-bukitnya yang menjulang serta kastil-kastilnya yang agung, ” Bila masa depan masih memberiku waktu dan mimpi, aku ingin mengunjunginya (lagi), rumahku. Dan mengenalkan orang-orang yang akan mencintainya seperti caraku mencintai tempat itu”
23 07 09 9.10 pm
Hai, salam kenal siwi..
BalasHapusMau baca-baca dulu boleh kan ^_^"
silahkan..terima kasih kunjungannya, salam kenal juga;)
BalasHapustulisan kamu kok mirip gayanya Andrea Hirata ya..??
BalasHapusaku tau apa yang kau Rasa.. dulu,
ku juga pernah bertualang, gak pernah menetap di satu tempat lebih dari 2 tahun
selalu pindah-pindah kerja.. Malang,Surabaya,Bali,Batam,Bintan...
sampai aku tiba disatu titik dan menemukan sebuah jawaban
" untuk meraih mimpi kita tidak harus menakhlukan dunia dan
untuk bertualang kita tak harus menjelajahi pelosok Bumi "
-by AtA chan- hohoho bisa juga aku bikin quote
jangan di ketawain yah..
uhmm..orang kedua yang mengatakannya demikian. Sesungguhnya tidak bermaksud untuk dimirip-miripin, seorang penulis seharusnya mempunyai style sendiri-sendiri. Tapi ternyata buku-buku yang kubaca, penulis yang kusuka..mempengaruhi gaya dan cara menulisku. semoga tidak terkesan mengekor ya ehehe..
BalasHapusit's nice to go many of places in this world. Bertemu banyak tempat, banyak orang, menimba banyak pengalaman akan memperkaya hidup :)