“Aku mendengar lonceng gereja di sini. Benciii.takut” aku menerima sms dari seorang sahabatku. Beberapa saat yang lalu aku dan dia ngobrol bahwa kami mempunyai perasaan yang berbeda bila mendengar suara lonceng gereja. Iyap, kami sama-sama pernah tinggal di Perugia (walau dalam waktu yang berbeda) dimana setiap jam lonceng gereja akan berdentang untuk menunjukkan waktu/jam. Tapi kami punya rasa yang berbeda bila mendengarnya,
“ Aku nggak suka, rasanya suara lonceng itu menghadirkan sesuatu yang sepi, sendiri, aku nggak suka denger bunyinya” katanya beberapa hari yang lalu saat kami bertemu. Sedangkan aku berpendapat lain,
“ Uhmm aku kangen denger suaranya, damai..hening” memang begitulah. Walaupun memang dalam suara lonceng itu aku juga merasakan aroma kesepian, kesendirian, tapi aku suka. Sering saat masih di Perugia, dalam malam yang sudah larut kudengar sendunya dentang lonceng gereja yang bersuara dalam keheningan. Deng..deng…deng…lamat-lamat terdengar suara lonceng gereja dari katedral San Lorenzo di depan rumahku..pukul tiga dini hari, saat dunia gelap, saat dunia tertidur, dan aku masih terjaga..aku merasakan suatu keintiman dengan hidup.
Aku baru tahu ada orang-orang yang memang sungguh-sungguh tidak suka sendirian. Kemarin juga aku melihat sendiri bagaimana adik sahabatku ini tidur dengan mendengarkan radio,
“ Karena biar dia merasa ada suara-suara lain, Jadi dia nggak merasa sendirian. Dia nggak bisa tidur tanpa suara-suara” jelasnya. O o jadi begitu, pernah melihat orang yang menyalakan tv atau radio ketika akan tidur, mendengarkan musik atau apapun? Banyak orang yang takut sendirian.
Ada orang yang untuk makan saja harus ada orang yang menemaninya makan, makan bersama orang lain membuat manusia merasa mempunyai orang lain dalam hidupnya. Bahkan ada adegan di serial korea yang kutonton yang mengatakan,
“ Kau punya hutang padaku, maka kau harus membayarnya. Sederhana saja, Kau harus mau menemaniku makan malam selama bertahun-tahun agar aku tidak pernah lagi makan sendirian, karena aku benci makan sendirian” begitu dialog yang diucapkan si pemeran wanita.
Wew ada yah orang-orang seperti itu. Aku tidak begitu, makanya tidak terlalu paham dengan semua itu. Aku memang tidak suka sendirian, kesepian..tapi rasanya aku juga tidak benci sendirian, biasa saja.
“ Aku akan baik-baik saja tanpamu, tanpa kalian, tapi hidupku akan lebih berwarna bila bersamamu, bersama kalian” that’s it..
Aku mengamati hidup Signora laura yang kudatangi kemaren sabtu bersama teman-teman. Ia hidup seorang diri di tanah yang jauh dari negaranya, dan sekarang ia sudah menjadi WNI. Dulu ia mempunyai suami orang Indonesia tapi pernikahannya gagal. Ia tidak mempunyai anak, tidak punya saudara…ia tinggal di rumahnya yang hommy dan indah itu sendirian..sendirian..selama bertahun-tahun. Tapi she looks okey..bahagia dengan hidupnya, tidak terlihat seperti seorang wanita yang kesepian. Ia telah berhasil menciptakan surganya sendiri.
Yah, aku tahu setiap orang tidak sama. Sendirian memang tidak serta merta menjadikanmu sebagai seorang yang kesepian. Tergantung bagaimana orang menciptakan dunianya sendiri. Bukankah pada dasarnya seorang manusia sendirian? Tapi ada keluarga, sahabat, kekasih, orang-orang di sekeliling yang bersinggungan hidup dengan kita. Mereka adalah hadiah-hadiah terbaik yang dipersembahkan sebuah kehidupan.
Mengutip sedikit dari naskah Koloni Milanisti :
“Walau terkadang kesedirian tidaklah sama dengan kesepian. Tapi setahuku kesendirian tempat yang sering didatangi kesepian. Dan saat dengan mereka, rasa sepi sudah pasti menyingkir pergi”
0 Comments: