Hembusan angin Glasgow, hujan yang datang sewaktu-waktu dan hawa dingin yang menusuk tulang, menyambutku di kota ini. Glasgow, kota yang dihadirkan dalam hidupku sebagai salah satu takdirNya. Mengapa akhirnya aku menjejakkan kaki di tempat ini dan mungkin akan menghabiskan hidup selama tiga tahun ke depan merupakan sebuah proses panjang yang menghadirkan kisah-kisah yang tak biasa. Penerimaanku akan takdir saat tiba-tiba saja, saat aku sudah menerima LOA (Letter of Acceptance) dari universitas yang dari dulu menjadi target utamaku yakni University of Edinburgh—serta merta Tuhan membolak balikkan keadaan begitu rupa.
“ I will move to Glasgow, also my lab”—aku masih ingat saat di chat Alain mengutarakan kepindahannya ke Glasgow mulai bulan september 2011, persis saat aku akan memulai kuliah PhDku.
Runtuh, semuanya yang sudah kubangun sedikit demi sedikit..ambruk seketika. Jalan yang kukira sudah menghadapi tahap akhir tiba-tiba buntu, Pintu yang tadinya terbuka lebar, tiba-tiba tertutup..dibanting keras-keras pintu itu di depan mukaku. Hilang, aku merasa hilang..tersesat, tenggelam.
“Lagi sibukkah? Bila menelpon sekarang?aku sedih berat” panggilan 911 pada seseorang yang hanya dia yang terlintas di pikiranku kala itu.
Dan mulai saat itu, aku dihadapkan pada pilihan, ikut pindah bersama supervisorku Dr.Alain Kohl, dan otomatis mengubah pilihan universitasku dari University of Edinburgh dengan setting fairytale itu ke University of Glasgow yang gambarannya sama sekali tak kukenali. Ediburgh, kota itu, universitas itu sudah menjadi impian bawah sadarku. Semenjak tahun 2008 kala akan merampungkan studi masterku, sudah kukenali kota dan universitas itu. Selama tahun-tahun belakangan ini, rasanya hanya 2 universitas pilihan yang kubrowsing informasinya, dan akhirnya menjatuhkan pilihan ke Universitas of Edinburgh.
“ Suka aja, chemistry saja dengan kota itu, sesuatu yang tak bisa terjelaskan” begitu jelasku pada pilihanku itu, --dan sebenarnya, alasan yang tak bisa dijelaskan juga banyak mewarnai pilihan-pilihan yang kuambil. Menuruti kata hati, mungkin singkatnya begitu. Yang kadang menunjukkan terkadang betapa tidak rasionalnya aku ehehe ;p
Dan setelah perjalanan panjang, dari mengontak supervisor, membuat proposal riset, bersusah payah demi memenuhi skor IELTS yang distandarkan, Edinburgh dalam genggaman. Kupikir, memang begitulah rumus meraih impian yang selama ini kuterapkan dalam hidup. Asal ada kemauan, ada tekad baja, kerja keras dan cerdas, pantang menyerah dan konsistensi, pasti apapun impian akan teraih. Semuanya hanya soal waktu. That’s it! Begitu selama ini kupahami jalan-jalan meraih mimpi.
Tapi Tuhan selalu menghadirkan jalan-jalan hidup penuh kejutan. Kala itu aku dipersimpangan, salah satu keputusan berat yang harus kuambil. Antara Glasgow dan Edinburgh.
“ Bila engkau melihat pertanda, sedangkan aku tidak..bilanglah” kataku saat itu padanya. Mungkin ia tak pernah menghiraukan ada itu pertanda dalam hidup, menilik cara pikirnya yang begitu rasional, dan pragmatis terkadang ehehe..tapi sadar atau tidak ia menunjukkan pertanda-pertanda padaku.
“Pasti ada sesuatu yang ingin Tuhan sampaikan padaku” itu yang kupikirkan selama 2 hari “bersemedi”
Bila dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi pilihan yang salah..dari situ engkau akan melangkah untuk memilih pilihan yang menurutmu benar. Begitu tulis Paulo Coelho di “The Pilmigrage”. Apakah kebetulan aku membaca buku itu dan menemukan kalimat itu? Tidak pernah ada kebetulan.
Dan pilihan yang paling salah adalah : “tetep nekad di University of Edinburgh dengan risiko berganti supervisor yang belum kukenali sama sekali, dan di bidang yang tidak sesuai dengan bidang yang akan kutempuh”
“apakah kebetulan Alain tiba-tiba pindah ke Glasgow, persis saat aku akan mulai kuliah? Pasti tidak
“apakah kebetulan profesor selain Alain di Roslin Institute (Uni Edinburgh) juga pindah ke London? Tidak tentu saja..(karena bila profesor itu masih di Edinburgh aku masih ada kemungkinan dipindah ke supervisor yang masih sesuai untuk bidangku.
“ Lalu apa yang sebenarnya kucari? Tinggal di sebuah tempat yang mirip setting fairytale atau sebuah pencarian keilmuan? (sebenarnya dua-duanya, tapi saat itu juga..pikiran rasionalitasku bicara, aku kesana bukan untuk diriku sendiri saja, aku mencari sebuah keilmuan yang semoga bisa bermanfaat untuk banyak pihak).
Memilih sesuatu, tak bisa dipungkiri membawa rasa-rasa dan sisa rasa masa lalu. Romantismeku bersama Edinburgh sebagai kota impian, pasti mau tidak mau akan mempengaruhi keputusan yang kuambil. Tapi aku belajar, dalam mengambil sebuah pilihan, terkadang kita harus menampikkan “tanggung jawab rasa” masa lalu. Pikirkan apa yang terjadi saat ini. Dan setelah shalat istikharah, berpikir lagi, membaca pertanda lagi, dengan mantap kuucapkan :
GLASGOW!!
Here I am now..Glasgow, dimana saat pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, disambut dengan hujan deras, tapi entah kenapa saat supir taksi mengantarkanku ke flat..rasanya hatiku sudah mengenali tempat ini, tak ada rasa kebimbangan, kebingungan walau sejak Jakarta-Dubai-Glasgow aku sendirian, dan tiba di Glasgow dengan tak tahu arah. Entah mengapa tak ada rasa-rasa panik, cemas dan takut dengan segala lingkungan baru.
“Bali is romantic island. I want to go there for my honeymoon” kata si supir taksi yang ramah dan helpful itu. Mengantarkanku persis di depan rumahku, flatku, 21 Hillhead Street G128PX.
Glasgow, sebuah takdir yang penuh kejutan dalam hidupku.
Dan aku siap dan mengijinkan banyak kejutan dan keajaiban hidup terjadi dalam hidup.
Salam cinta dari Glasgow
08.25 Waktu Glasgow- 14.24 WIB (waktu yang masih ditunjukkan jam tanganku, masih tertera waktu itu disana).
23 september 2011
semoga menggapai apa yang diinginkan...doain saya semoga segera mengambil magister...anyway disana ada islamic studies kagak ya ? :)
BalasHapusamin..amin..terimakasih arian. semoga dapet segera ngambil master juga...humm..kayaknya belum denger tuh islamic study disini..tapi mungkin bisa browsing :)
BalasHapus