Masih ingat pertama kali bersamamu, saat menjelang sore kala itu, dengan terburu-buru, aku memutuskan untuk bersamamu. Ah, beruntunglah engkau dan orang-orang yang mampu membuatku membuat keputusan dalam waktu yang mendesak. Karena aku selalu mencoba untuk belajar tidak menyesal pada apa yang kupilih. Heiii..tentu saja, aku tidak menyesal bersamamu. Hingga kuputuskan saja sore itu untuk bersamamu, lalu malamnya kita naik kereta Gajayana ke Malang. Aku tidak ingat, apakah aku sudah mulai memelukmu waktu itu. Seingatku, kereta kala itu datang tepat waktu, pukul 10.45 malam, dan udara malam terasa dingin, tapi aku masih ingat, aku bersamamu.
Lalu, sejak itu..seingatku kau tak pernah mengeluh, bila aku mengajakmu berpeluh, dan berjalan-jalan jauh. Bersamamu, dalam teriknya mentari, rinai-rinai hujan, dan perjalanan panjang, entah pagi buta, siang ataupun malam menjelang.
Bila kuhitung kebersamaan kita, mungkin baru sekitar 1 tahun, 11 bulan, 29 hari, 21 jam lebih 20 menit dan 55 detik. Singkatkah menurutmu? Atau sudah cukup lamakah? Cukup singkat untuk membuatmu cemburu, bahwa engkau telah melewatkan bertahun-tahun sebelum bersamaku. Karena engkau tak bersamaku, kala aku masih belia, pulang sekolah dengan baju coret moret sehabis gelutan dengan teman laki-laki sekelasku, atau kau tak juga bersamamu, saat setiap pagi aku mengayuh sepeda onthelku menuju jalan besar untuk ke sekolah SMAku, dengan wajah tanpa make up, dengan tampang polos dan ndeso. Kau juga tak bersamaku, saat kuhabiskan warna-warni kuliah dengan segala rona dan cerita. Namun percayalah, kebersamaan kita cukup lama, untuk berbagi cerita, tentang kemana saja kita bersama, perjalanan yang telah kita jalani bersama. Bersama, saat bahagia, saat tertawa, ceria, tawa, canda, atau lara, derita, duka, ataupun dilema. Cukup lama, tak usah kau khawatirkan itu.
Pagi ini, pun aku masih bersamamu, kubuka pintu flat, humm..hujan turun, deras. Segera kupakai payung ungu itu, dan segera kulangkahkan kaki, bersamamu. Angin berhembus kencang, hingga payung ungu itu tak sanggup lagi menahan hujan dan angin, akhirnya memilih untuk menutup payungnya, dan menaikan hood-mantelku melindungi kepalaku dari hujan. Lalu kita lewati Fraser building, saat angin tiba-tiba datang tiba kencang, tubuhku limbung, seakan ikut terbawa angin. Kupeluk engkau erat-erat, lalu kusandarkan tubuhku pada tembok, menunggu beberapa menit saat angin Glasgow mulai jinak. Ah, untung saja aku bersamamu. Sebentar lagi, mungkin bukan hanya hujan dan angin, mungkin bulir-bulir salju akan segera menghajar kita. Tapi aku tidak khawatir, karena aku bersamamu. Kau boleh berbangga, karena pernah suatu kali, seseorang pernah berkata bahwa ia ingin mencoba mengkudeta posisimu. Iya, dia memang berhasil, sesekali waktu. Karena waktunya memang hanya sesekali.
Hari ini, saat eksperimen lab-ku ternyata salah, lalu saat pulang ke flat, internet masih saja bermasalah. Aku masih bersyukur, aku bersamamu.
Lihatlah foto itu, foto kita berdua..kau suka? Mari duduk bersama, bercerita kita tentang perjalanan, tentang kenangan, tentang kebun teh, toko buku atau angkringan. Mungkin kali ini, saat ini, memang aku ingin berdua (saja) denganmu, seperti saat kali pertama kita bertemu *** (Dear tas punggungku)—hihihi tas punggung exportku, beberapa orang tahu betapa susahnya aku dipisahkan dari tas punggung.
*Baiklah, kau benar, mungkin aku sudah setengah tidak waras, karena mulai menulis tentang secangkir teh, mie instan dan tas punggung, lalu kenapa kalian masih membacainya? Bagi pihak-pihak yang protes, yang cemburu setelah membaca postingan ini, bersyukurlah. Karena kini aku masih bersamanya, tas punggungku, dan menambah lagi beberapa menit kebersamaan kami. 1 Tahun 11 bulan, 29 hari, 21 jam lebih 45 menit dan 10 detik. Mari kita rayakan bersama, dengan sebuah senyum sederhana, bahwa hidup akan baik-baik saja.
Ini kisah cintaku dengan tas punggungku, apa ceritamu??
0 Comments: