Sejak beberapa minggu lalu, aku kian tersadar, apa yang hendak Tuhan katakan padaku. Apa bab pelajaran berikutnya yang harus kupelajari, Humm..kalian ingin menyimak sebentar? Aku tak tahu bab apa yang tengah Tuhan mau kalian pelajari saat ini. Mungkin bab ini pernah atau akan kalian pelajari suatu hari. Mungkin kalian sudah lulus, atau masih dalam pergulatan dalam perjuangan untuk mempelajarinya.
Bab terakhir kali yang kupelajari soal hidup adalah soal berjuang meraih impian-impian. Perjalanan panjang hingga titik ini adalah bab-bab perjuangan, tekad, konsistensi, mengambil risiko, bagaimana bangkit dari hantaman “keadaan”, mempelajari sikap, hukum tarik menarik “law of attraction”, ilmu keseimbangan personal, menyembuhkan kecanduan pada energi dari luar, humm..kalian mulai mengerutkan dahi?ehehe aku sudah mulai bicara tak jelas.
Beberapa hari lalu, kuterima kata pengantar untuk buku Koloni Milanisti-ku. Ada baris-baris yang dituliskan beliau tentangku,
She to me had always looked like the most shy and in a way also the most simple of the four, but from the sparkle in her eyes, I could also tell that she is in fact someone who does achieves what she is aiming for…..---She faces everything with strength and courage because it is not for nothing that her name is also Mars -the god of war- who never gives up and always strives for victory.---Perhatikan kata “ someone who does achieves what she aiming for” dan “who never gives up and always strives for victory”
victory? Kemenangan..apakah kata kemenangan berarti mendapat apa yang kita inginkan? Dulu aku mendefiniskannya begitu, dan mungkin salah satunya memang berarti begitu.
Tapi aku sekarang ini disadarkan akan sebuah definisi kemenangan yang lain. Memang sebuah rasa kemenangan pada saat mendapatkan apa yang kita inginkan lebih terasa gampang untuk dirasai. Saat usaha-usaha perjuangan melebur dengan perwujudan mimpi. Aku belajar dari Andrea Hirata, A.Fuadi, Covey, Coelho dan masih banyak nama-nama lain lagi yang menginspirasi tentang perjuangan meraih impian. Dulu, dengan yakin saat kumulai lagi perjalanan menuju impian berikutnya, dalam hati ada keyakinan “dengan berbekal bab-bab terdahulu, kayaknya aku tahu bagaimana harus menghadapinya”, ucapku sok yakin.
Detik berlalu, kejadian mengalir, hidup berubah. Dan satu hal yang kusadari, yakni Tuhan sungguh maha penuh kejutan. Apa kau kira Dia akan mengujimu dengan bab yang serupa yang sebelumnya engkau telah lulus? Sepertinya tidak, dan mungkin memang tidak. Aku tersenyum kini, menyadari dan memahami, walaupun masih dalam campuran rasa yang sulit kudeskripsikan sebenarnya.
Detik berlalu, kejadian mengalir, hidup berubah. Dan satu hal yang kusadari, yakni Tuhan sungguh maha penuh kejutan. Apa kau kira Dia akan mengujimu dengan bab yang serupa yang sebelumnya engkau telah lulus? Sepertinya tidak, dan mungkin memang tidak. Aku tersenyum kini, menyadari dan memahami, walaupun masih dalam campuran rasa yang sulit kudeskripsikan sebenarnya.
Ternyata kali ini Dia inginku memperlajari ilmu “menerima jatah”. Sebenarnya sudah lama, kuterka-terka maksudNya itu, sudah kuprediksi apa yang Ia inginkan aku pelajari. Tapi selama ini hati, kepala, dan rasa, masih simpang siur tak pasti. Karena ternyata, kuakui, sungguh-sungguh kuakui, Gusti...ilmu itu sungguh sulit untuk dipelajari. Ehehe...
Tuhan akan membuatmu belajar untuk meraih sebuah kemenangan yang “lain”. Saat ada kalanya, pada suatu titik, Tuhan-Yang Maha Pengatur Segalanya-tidak memberimu sesuai dengan apa yang kau inginkan. Dan pada suatu titik, Dia menempatkanmu dalam suatu kondisi yang tidak dapat kau ubah. Definisi kemenangan yang lain yang kumaksud adalah berhasil “menerima” sesuatu yang tak mampu kau ubah”.
Aku masih ingat sebuah kutipan yang jaman dulu pas kuliah S1 sangat kusuka, tapi belum benar-benar mengerti akan baris-baris kalimatnya.
Tuhan, berilah aku kekuatan dan keberanian untuk mengubah apa yang mampu kuubahDulu sering kukutip kalimat itu, tapi belum pernah merasai dalam-dalam. Ah, ternyata, tak mudah melaluinya.
Dan juga berilah kekuatan dan keberanian untuk menerima apa yang tak mampu kuubah
Dan berilah aku rahmat untuk dapat membedakannya
Darimana kita tahu “sesuatu hal” itu adalah sesuatu yang memang tak bisa kita ubah?
Terkadang kata “menerima apa yang tak mampu kuubah”, menyergapkan rasa—apa itu namanya aku menyerah?apakah aku telah kalah?
Terkadang kata “menerima apa yang tak mampu kuubah”, menyergapkan rasa—apa itu namanya aku menyerah?apakah aku telah kalah?
Ehehe...sungguh, ini tidak mudah, kawan. Darimana kita tahu? Makanya aku melewati tahap “ngeyel”, “ngotot” karena selalu saja ada rasa tak ingin menyerah. Namun setelah melewati beberapa tahapan, akan ada suatu titik, dimana rasamu menyadari, ini adalah sesuatu yang tak mampu kuubah.
Ternyata selama ini aku “baru” mampu mempunyai kekuatan dan keberanian untuk mengubah apa yang mampu kuubah—itu yang dulu sering kubilang “ kerjasama antara aku dan Tuhan dalam hal-hal yang kuinginkan—
Tapi, rupanya aku tengah disuruh belajar “ mempunyai kekuatan dan keberanian untuk menerima apa yang tak mampu kuubah, dan mampu membedakan antara “apa yang mampu kuubah dan apa yang tak mampu kuubah”. Dalam tahapan pembelajaran itu ada hantaman rasa, bahwa akhirnya aku hanya manusia biasa, penekanan ego pada diri sendiri, pemaafan dan penerimaan itu adalah pergulatan batin yang kuakui sungguh dahsyat. Dia, dengan takdirNya, memberi sabda. Aku memberontak, aku memprotes, aku menggugat, Aku ngeyel sedemikian rupa, Dia tak bergeming.
Ada tahapan itu, saat harapmu, inginmu, maumu tak segaris lurus dengan takdirNya, putusanNya, tahapan dimana manusia dalam diri memberontak, atau setidaknya berkeras untuk mengubahnya. Sampai doa-ku tak berbunyi, dan kubilang dengan jujur padaNya, doaku belum bisa berbunyi, Gusti, tapi aku tetap bersujud padaMu.
Masalahnya bukan Dia tak memberi pintamu, tapi Dia memberikannya dengan keadaan yang tidak segaris dengan maumu. Dia mengasih, karena memang Dia Maha Pengasih. Penerimaan akan kondisi itulah yang terkadang menguras emosi. Tahapan itu, jalur-jalur itu dimana manusia berusaha untuk mensejajarkan lagi, meng-alignment-kan antara harapan dan kenyataan. Sebuah kata, penerimaan. Kata yang sederhana, tapi tak sesederhana kelihatannya. Penerimaan atas takdirNya. Rasa manusiamu akan dihajar sampai pada suatu titik, aku menyadari “ aku hanya manusia, hanya punya upaya, doa, tapi Engkaulah sejatinya pemilik kuasa”.
Ilmu menerima jatah, jatahNya. Mungkin lebih biasa disebut dengan ilmu ikhlas, seperti kata Dedy Mizwar pada film kiamat sudah dekat itu. Kutanya engkau, apakah ikhlas bisa dipaksakan? Saat engkau berkata ikhlas namun hatimu sebenarnya belum juga menerima takdirNya? Saat kata ikhlas berulang kali terucap tapi sikapmu, pikiranmu, tindakanmu adalah justru menunjukkan cara-cara memprotesNya? Aku telah melalui bab-bab itu.
Jadi, dulu kubilang, biarkan saja doaku masih bisu, daripada aku berdoa, dengan kalimat-kalimat di mulutku tapi hatiku berkata sebaliknya.
Dan kini, dengan tersenyum, kubilang pada Gustiku. Doaku telah berbunyi kini, baris-baris doaku adalah yang di-iyakan hatiku. Walau panjang perjalanan, aku bersyukur sampai pada titik ini, belajar menerima “apa yang tak bisa kuubah”, belajar menerima “jatahnya”.
Ternyata, kemenangan bukan hanya pada saat perjuangan kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan terwujud. Tapi kemenangan juga terjadi saat kita berhasil menerima dengan lapang, dengan ikhlas kejadian, keadaan, keputusanNya yang tak bisa kita ubah. Bukan kalah, bukan menyerah, tapi berjuang untuk berserah. Pada suatu saat bila engkau mengalaminya, apalagi untuk suatu hal yang sulit engkau relakan, tapi sanggup kau relakan. Dahsyat, kawan..atau mungkin suatu hari kau akan ceritakan bab-bab pembelajaranmu tentang itu, ingin kudengarkan..agar ilmuku bertambah.
Satu lagi, uniknya ilmu ini, sekali lulus, tak menjamin kau akan terus lulus, ingat Tuhan selalu penuh kejutan ehehe..selamat belajar kawan !!
*Saat Tuhan memenuhi apa yang menjadi pintaku, Itu karena Dia menyayangiku, dan Saat Tuhan tidak memenuhi (atau memenuhinya dengan hal yang lain/berbeda) pada apa yang menjadi pintaku, Itu juga karena Dia menyayangiku (SiwiMars)
"Nrima ing pandum" seperti falsafah Jawa yang senantiasa ditekankan oleh bundaku....sungguh aku sangat merindukan belaian tangannya di kepalaku :'(
BalasHapusiya mba..nrima ing pandum,manusia memang pada suatu titik akan menyadari itu.
BalasHapus**Walau Bundamu sudah tiada, Tuhan tak akan pernah meninggalkanmu sendirian,Dia pasti akan menganugerahimu dengan orang-orang penuh kasih yg akan mengelilingimu :)