Pukul 01.30 kini dan aku masih saja terjaga,
menanti waktu sahur yang jaraknya berdekatan dengan buka puasa. Kami di sini
memulakan puasa pada pukul 03.00 pagi dan berbuka puasa pada pukul 09.30an
malam (eh magrib). Semula di tanah air, waktu sepertinya tak pernah kuindahkan,
siang dan malam begitu runtut berjalan masing-masing adil 12 jam. Pergantiannya
seringkali terabaikan, karena berpikir memang begitulah semestinya mereka
berjalan dalam detik dan menitnya. Mereka berlalu, tanpa banyak orang tahu
ataupun mau tahu.
Ah waktu, kau kini seringkali meminta perhatianku. Sejak kali
pertama datang ke daratan Britania Raya ini september lalu, aku diberinya waktu
malam yang lebih panjang, hingga jam 8 pagi masih serasa jam 5 pagi di
Indonesia. Lalu kini saat aku datang lagi, aku diberinya waktu siang yang
begitu panjang, hingga jam 9 (malam?) langit baru terlihat agak menggelap.
Dulu, tidur malam begitu runtutnya dengan jadwal
yang tertata rapi (kecuali lembur kerjaan, nonton bola ehehe, atau digangguin
telpon orang ituh hihi). Seakan waktu itu membagi menjadi dua kegiatan, siang
untuk beraktivitas dan malam untuk beristirahat. Teratur benar sepertinya
jadwal hidup di bumi pertiwi kupikir. Tapi kini, humm...waktu seakan begitu
menggemaskannya hingga ia selalu saja meminta perhatian. Waktu shalatpun harus
diikuti karena ia terus bergerak-gerak, terus berbeda-beda tiap waktunya. Prayer time table untuk tiap bulannya
kudownload agar aku dan waktu saling
mengingatkan akan waktunya bicara padaNya.
Aku dan waktu kini terasa saling berhubungan,
karena ia selalu saja menarik perhatian, meminta perhatian, mungkin karena
sekian lama kuacuhkan. Dulu, mungkin aku hanya peduli pada pagi yang merekah
merona, atau pada senja yang manja. Pagi atau senja yang waktunya sebentar saja
tapi rentang waktu yang entah kenapa waktu yang kusuka. Kini? Pagi, siang,
senja, malam? Ah...waktu kini benar-benar mempermainkanku.
Apalagi saat masih saja menengok waktu
Indonesiamu, ada ngilu, ada rindu, terasa ada jeda jarak di situ.
“
Jam berapa disitu? Kapan buka puasa?” begitu tanya yang sering menggema dari
orang-orang di daratan Indonesia.
Ah waktu, bukankah kamu satu? Tapi kau bisa
membelah diri, membagi kami-kami di berbagai belahan dunia dengan jatah
sendiri-sendiri.
Baiklah, mungkin kini aku harus berdamai denganmu.
Bukankah kau juga pernah kupersalahkan? Atau pernah juga kukejar-kejar saat rasanya
engkau berlari terlalu cepat. Mari berdamai saja, biar kupeluk engkau
erat-erat. Kupeluk engkau entah di daratan manapun aku bergerak, biar aku tidak
terlambat, biar aku selalu memperhatikanmu, waktu.
Walaupun terkadang kau curang, kenapa engkau serasa
mempercepat 1 jam menjadi hanya beberapa menit kala aku bersamanya? Mungkin
engkau sejenis makhluk pencemburu ahaha.
Ah sudahlah, mari kupeluk..entah dini hari seperti
kala ini, entah pagi, entah siang, senja atau malam, kau beri tahu saja, aku
akan terus berjalan bersamamu.
Di sela-sela menulis tulisan ini, tiba-tiba Hpku
berbunyi, sebuah sms dari bumi Indonesia : “
ayoo banguuuuun..saatnya sahuuuur, biar ada cukup energi untuk menantang hari
ini, *********** (selanjutnya terkena sensor).
Ah, ternyata bukan hanya aku yang mempunyai dua
waktu.
Dan kini aku menunggui datangnya subuhmu, yang
pernah kuprotes : “kenapa engkau mendatangkan subuh terlampau pagi?”
Glasgow, 3 August 2012 saat menanti subuhmu.
ihhh bagussssssss,,,,,,tulisan2 ibu obat kangen yang mujarab,,hhehehhe
BalasHapusWaktuku susah dipeluk Mars, semakin kudekap semakin meronta dia :(
BalasHapus@ica : hehe makasih caaa.....ihiy ada yg kangen sayaa...horaaay
BalasHapus@jeng laili : berarti perlu pendekatan lebih hangat agar dia mau dipeluk #eh