Waktu
memang terkadang berlarian tak tentu, meninggalkan kita dalam keterperanjatan
bahwa sepertinya tak cukup kencang kita mengikuti lajunya. Serasa belum lama aku
menginjakkan kaki di Glasgow ini,
tapi ternyata sudah melewati perjalanan
setahun pertama studiku.
Dan
kemarin, baru saja kulewati ujian progress tahun pertama. Tidak terlalu baik,
tapi juga tidak terlalu buruk. Ada poin fundamental yang membuatku sepertinya
harus bekerja dan belajar ekstra keras agar mampu memenuhi timeline 3 tahun
beasiswaku. Bila harus mengevaluasi diri sendiri, memang kinerjaku belum
terlampau optimal sepertinya.
Ada beberapa faktor x yang
serasa membuat fokus pada riset kadang menjadi buyar. Stress di awal studi
karena harus terbiasa masuk lab dari 9-5, plus harus mengerjakan tehnik-tehnik
yang sebelumnya belum pernah kukerjakan. Penyesuaian-penyesuaian hidup dengan
lingkungan baru, lalu kemudian saat
sudah agak “nyaman”, eh harus pulang
ke indo selama beberapa bulan. Semua yang
sudah settle harus dipak semuanya lalu pergi. Pulang ke
Indo, dan harus memulai hidup dari awal, mengerjakan riset yang sebagian besar
masih belajar. Perjalanan risetku seperti melangkah dalam hutan rimba, menyibak
jalan setapak demi setapak. Sering kali merasa sendirian. Studi doktoral lebih
pada belajar sendiri, who’s care? Supervisor lebih kepada memberikan arahan
saja. Teman-teman se-lab sayangnya berbeda topik semua dengan topik yang aku
kerjakan. Kurang komunitas untuk berdiskusi menjadikanku seperti melangkah di
jalan yang sepi.
Tapi
tentu banyak yang didapat dari semua pembelajaran setahun ini. Seharusnya,
inilah saat yang paling tepat untuk mengupgrade kemampuan semaksimal mungkin.
Karena bila kembali lagi ke aktivitas rutin nantinya, waktu akan menjadi
sedemikian sempitnya terasa. Maka, langkah ke depan harusnya berupa lebih
banyak waktu untuk belajar, bekerja, membangun koneksi dan kolaborasi, menulis
dan juga jalan-jalan.
Kembali
diingatkan, atau setidaknya mengingatkan diri sendiri atas pertanyaan Kenapa
melanjutkan kuliah ke luar negeri? Segala pilihan pastilah subjektif untuk
setiap orang yang memilih. “The Why” inilah yang sebenarnya penting. Alasan
atau mengapa kita memilih untuk melakukan sesuatu. Mungkin inilah saatnya
mengingat kembali “The Why”ku. Alasan dan tujuan-tujuan inilah yang seharusnya
bisa mengarahkan dan menstabilkan semangat untuk terus melangkah ke tapak tapak
selanjutnya. Tidak ada yang menjamin itu akan mudah, tapi aku yakin bisa untuk
dilakukan, selama diupayakan.
Terimakasih pada para sahabat yang selalu memberikan
dukungan dan penghiburan, anak-anak mahasiswaku yang membantu selama proses di
lapangan, dan tentu banyak lainnya yang tak bisa tersebut satu-satu. Dan juga
kamu, yang kemarin setelah sidang berbincang denganku,
Kamu : Semangat itu mahal harganya,
enggak boleh hilang
Aku : Mahalan mana sama harga cabe?
Lalu ikon tertawa guling-guling itu muncul dari bulan kuning yahoo messengermu.
Lalu ikon tertawa guling-guling itu muncul dari bulan kuning yahoo messengermu.
Kamu : Mahalan harga bawang bombay
Lalu kita tertawa bersama tanpa suara, cukup memberi mandat pada ikon-ikon yahoo
messenger itu untuk memberi tahu masing-masing kita, bahwa apapun keadaannya, tetap ada alasan untuk bisa tertawa. Dan walau perbincangan kita sepertinya selalu sulit untuk serius,
tapi sungguh membuatku serius untuk bersemangat memasuki tahun kedua studi
doktoralku..yeaaaah, cerumuts!!
0 Comments: