Ada
pesan baru di email studentku, bukan tentang pemberitahuan seminar atau
tentang riset, tapi undangan untuk perpisahan seorang anggota lab yang akan back for good setelah dia submit thesis S3 nya. Humm..menghela
nafas..kenapa enggak pernah tertarik ikutan acara kumpul2nya
mereka yaaah..
Selalu yang menjadi kendala sosialisasi dengan kawan-kawan disini adalah masalah kebiasaan yang berbeda. Bila di indo, merayakan sesuatu lebih ke arah acara makan-makan serta ngumpul-ngumpul bersama, tapi di sini acaranya rada enggak ngeklik karena biasanya mereka ke bar dan minum. Dulu pernah sekali ikut acara tradisi lunch before Christmas, akhirnya memutuskan diri ikut karena bersama supervisor dan semua anggota lab. Acaranya memang makan siang bersama di sebuah resto, huaaah walau harus merogoh kocek yang harusnya bisa buat 1 minggu makan, kala itu dipakai untuk sekali makan ahaha # urusan budjeting jadi kacau mendadak..
Acaranya informal, Cuma ngobrol-ngobrol dan menikmati makanan yang estafet dari menu pembuka, utama dan penutup. Bila makan di restoran seperti itu, menu makananpun kudu milih-milih yang kira-kira bisa dimakan karena harus memperhitungan kehalalan-nya. Biasanya lebih memilih menu ikan biar aman untuk dilahap, karena restaurant dengan label halal food sangat jarang di sini.
Selalu yang menjadi kendala sosialisasi dengan kawan-kawan disini adalah masalah kebiasaan yang berbeda. Bila di indo, merayakan sesuatu lebih ke arah acara makan-makan serta ngumpul-ngumpul bersama, tapi di sini acaranya rada enggak ngeklik karena biasanya mereka ke bar dan minum. Dulu pernah sekali ikut acara tradisi lunch before Christmas, akhirnya memutuskan diri ikut karena bersama supervisor dan semua anggota lab. Acaranya memang makan siang bersama di sebuah resto, huaaah walau harus merogoh kocek yang harusnya bisa buat 1 minggu makan, kala itu dipakai untuk sekali makan ahaha # urusan budjeting jadi kacau mendadak..
Acaranya informal, Cuma ngobrol-ngobrol dan menikmati makanan yang estafet dari menu pembuka, utama dan penutup. Bila makan di restoran seperti itu, menu makananpun kudu milih-milih yang kira-kira bisa dimakan karena harus memperhitungan kehalalan-nya. Biasanya lebih memilih menu ikan biar aman untuk dilahap, karena restaurant dengan label halal food sangat jarang di sini.
Saat itu kupikir acara sudah selesai saat menu penutup,
masih ditutup lagi dengan secangkir kopi. Tapi ternyata setelah itu mereka “pindah
duduk” dan pergi ke bar untuk minum. Waduuh, perut rasanya sudah penuh, masih
ditambah lagi..aiih. Bar-nya memang jauh dari kesan “horor” dan umumnya mereka
datang untuk minum dan ngobrol-ngobrol. Sama lah seperti kedai-kedai kopi di
indo, cuma sajiannya saja yang berbeda ehehe. Kalau sudah begitu, paling-paling
aku pesan segelas cola, satu-satunya jenis minuman yang bisa dipesan olehku.
Heu...padahal enggak begitu suka cola. Coba ada jus jambu atau wedang ronde
yaaaah..hehe ;p
Mereka ternyata minum, dan nambah-nambah terus. Beberapa kali mereka menawariku untuk nambah lagi,
“ No thanks” jawabku. Waduuh segelas penuh
cola aja sudah susah payah kuhabiskan, apalagi kalau nambah lagi. Ya begitulah
kebiasaan mereka, mungkin mereka minum untuk menghalau hawa dingin. Inilah
perbedaan, bagi mereka itu hal yang biasa, tapi toh aku tidak bisa mausk ke
dalam “kebiasaan” mereka. Bukan ke arah judgment benar atau salah. Mereka minum
seperti kita merasa minum teh atau kopi. Ini masalah perbedaan, itu saja.
Tapi perbedaan kebiasaaan inipun mampu mencipta jarak
yang berarti. Terkadang jarak perbedaan isi antara dua gelas itu membuatku
males untuk ngumpul-ngumpul bareng mereka, yang seringnya obrolannya juga
enggak “klik”. Membuat lelucon atau menceritakan sesuatu yang menarik dengan
bahasa inggris pun hal yang tidak mudah. Apalagi rasa “lelucon”nya yang
berbeda, nah itu mungkin sudah mengena ke unsur kultur dan budaya, iyah
perbedaan itu terkadang membuat ada yang berjarak antara aku dan teman-teman
internasionalku.
Seorang teman yang sudah selesai masternya dan pulang ke
indo, dalam blognya dia menulis :
Selama
berada di Leeds, karena gw adalah seorang muslim, terasa ada jarak antara gw
dengan kehidupan sosial mahasiswa internasional, jarak itu seringnya tergantung
dari kadar alkohol di dalam gelas. Sehingga teman-teman PPI mengambil peranan
penting bagi kehidupan sosial gw selama di Leeds
Ternyata memang bukan aku saja yang merasakan hal
tersebut. Tapi dengan kuliah di luar negeri, mengamati perbedaan gaya hidup
yang berbeda bukan masalah siapa yang lebih baik atau benar dari siapa. Tapi
hanya tentang bertoleransi.
Sama jeng... itu kebiasaan temen kantorku kalau makan bareng sama tamu dari luar, maklum kebanyakan kolegaku orang luar dan beberapa temen kantor jg expatriat, makan banyak minum banyak, heran jg kok gak ada yg muntah2 :(
BalasHapusahaha beda lambungnya kali yah jeng ehehe..*sore ini ada acara lagi, tapi bentar di perpus..pake buka botol sampanye gitu plus nyemil cake..lumayanlaah walau mencicipi cake-nya ajah :D
BalasHapusKalo aku suka minuman yg beralkohol jg lho...namanya wedang tape ketan...hihihi...
BalasHapushalaaah sampanye tape ketan..;p
BalasHapus*aku tape ketan ae ga berani di perut..dulu sih, sekr ga pernah nyoba lagi
aku juga suka es dawet Banjarnegara plus tape ketan...sueger tenan kui :)
BalasHapuswuiiii dawetnya mauuuu....tanpa tape ketan ehehe :)
BalasHapus