Cangkir teh di tanganku masih mengepul, tapi
segera kubawa ke ruang tengah walaupun aku tahu nasibnya akan sama sebentar
lagi. Nasib secangkir teh itu untuk menunggu beberapa saat agar tidak terlalu
panas, untuk segera kau teguk. Selalu dan selalu begitu, nasib secangkir teh
itu berpuluh tahun kusajikan padamu. Kalaupun aku menjadi secangkir teh itupun
aku akan sama dengannya, menunggu beberapa saat, untukmu.
Begitu hendak sampai ruang tengah, aku terheran..Uhmm kenapa suara ketikan di keyboard tak lagi terdengar, hening. Kulangkahkan kaki segera ke ruang tengah untuk segera membawakan secangkir teh untukmu. Untukmu, yang pasti sudah lelah seharian ini, dan harus menyelesaikan deadline laporan untuk esok hari.
Begitu hendak sampai ruang tengah, aku terheran..Uhmm kenapa suara ketikan di keyboard tak lagi terdengar, hening. Kulangkahkan kaki segera ke ruang tengah untuk segera membawakan secangkir teh untukmu. Untukmu, yang pasti sudah lelah seharian ini, dan harus menyelesaikan deadline laporan untuk esok hari.
Sampai di ruang tengah, kudapati layar laptop itu
masih berkedip-kedip. Sementara engkau menelungkupkan tangan sebagai sandaran
kepala, menggeletak dengan mata terpejam. Ah, kali ini secangkir teh nampaknya
akan bernasib lain
Kuletakkan secangkir teh itu di meja, lalu aku
mendudukkan diri di sofa hijau lumut dekat meja kerjamu. Memandangimu yang
tengah tertidur, rasanya ingin ikut bersama mimpimu dalam setiap helaan nafasmu
yang teratur.
Aku selalu suka memandangimu tertidur, diam-diam
mengamati ekspresimu yang tengah pulas terlelap. Dulu kau pernah bilang,
“ Kalau mas tidurnya ngorok
bagaimana?” tanyamu menggodaiku.
“ Nanti adek rekam, trus adek
jadikan ringtone Hp” jawabku ringan. Lalu engkau tertawa, dengan udara yang
menyambut tawamu dalam bahagia.
Dan kini aku memandangimu yang tengah terlelap, di
antara tumpukan kertas kerja dan layar laptop yang masih berkedip. Pasti penat
ragamu, lelah dengan segala aktivitasmu hari ini. Menatapimu tertidur,
merasakan duniamu dekat dengan duniaku. Melihat kamu tanpa label-label beraneka
rupa yang terkadang menjauhkan aku dan kamu. Hingga ingin rasanya berlama-lama
memandangimu tertidur. Ikut bersama naik turun helaan nafasmu, mungkin bercerita
tentang harmoni. Mungkin tentang impian yang masih kita yakini, mungkin tentang
masa indah yang selalu kita ulangi. Lalu menghapali lagi detail raut mukamu,
walau sudah kupandangi berkali-kali.
Teh di cangkir di meja itu sudah tak lagi panas,
kuambil dan segera menyesapnya. Hangat, sepertimu yang menghangatkan duniaku.
Aku tahu dunia tak cuma berisi canda tawa, gurau,
bahagia, tapi juga ada luka, masalah, mungkin juga derita. Tapi saat
memandangimu tertidur, semuanya menjadi sama, damai terasa di dada. Dan aku
ingin bisa memandangimu tertidur berpuluh puluh tahun lagi. Lalu kadang sehabis
bangun, kita bicarakan tagihan rekening listrik, arisan, atau iuran sampah,
tapi itulah percakapan paling romantis sedunia yang ingin kubagi denganmu.
Teh di cangkir sudah habis kusesap, dan engkau
masih terlelap. Malam sudah menua, jarum jam sudah mencapai angka satu.
Ku-sleep-kan layar laptopmu, lalu kuambil selimut untuk menyelimutimu yang
masih tertidur dengan posisi yang tak biasa. Aku mendaratkan sebuah kecupan lembut
di keningmu, usapan ringan di rambutmu, lalu engkau bergerak sebentar, tersenyum dalam tidurmu. Mimpi apa sayang?
kejar-kejaran sama kura-kura ya? lalu kembali lelap kau tertidur.
Detik berlalu, dan aku ingin terus memandangimu
tertidur sampai aku ikut terpejam di sofa hijau lumut itu. Untuk nanti beberapa
jam kemudian, dengan mata kriyip-kriyip dan
rambut kusut, berkata padamu.
“Bangun, shalat malam dulu, habis
shalat, mas selesaikan kerjaannya, trus adek bobok lagi yaa.. ehehe.” Aku gemar
mencadaimu selalu. Tapi nyatanya, aku segera ke dapur dan menyiapkan secangkir
teh hangat untukmu. Cangkir berukuran sedang, satu sendok makan gula, dan teh
celup vanilla yang cukup lima kali dicelup-celupkan agar tidak terlalu pekat.
-------
Dan aku memandangimu tertidur lagi kini, dengan
rambut yang tak setebal dulu, tak lagi hitam legam seperti dulu, beberapa uban
sudah menghiasi rambutmu. Tubuhmu
sedikit mengurus, kadang kau terbatuk, dengan nafas yang pendek-pendek.
Aku tetap mencintaimu, dan tetap selalu suka
memandangimu tertidur.
I
wanna grow old with you..
Glasgow, 17 Sept 2012.
Waaah..romantisnyaaaa...mendampingi sampai tua :D
BalasHapushihi..belajaran romantis haiih..terimakasih sudah berkunjung baca mba :)
BalasHapusuhuuuukkk *keselek rombong bakso ;p
BalasHapushaghag aku mau baksonyaaaaa.....*cleguk :)
BalasHapus