Benci.
Kata dan rasa itu dulu terasa asing, hampir tak terkenali. Tapi entah kenapa sepertinya rasa itu mengendap-ngendap di seberang jalan, melintaskan diri, berkelebat lalu pergi lagi. Tapi aku sempat mendeteksi keberadaannya. Yang sebelumnya tak pernah ada dalam radarku. Sama sekali tak pernah.
Kata dan rasa itu dulu terasa asing, hampir tak terkenali. Tapi entah kenapa sepertinya rasa itu mengendap-ngendap di seberang jalan, melintaskan diri, berkelebat lalu pergi lagi. Tapi aku sempat mendeteksi keberadaannya. Yang sebelumnya tak pernah ada dalam radarku. Sama sekali tak pernah.
Karena dunia berwarna putih, biru, ungu
atau merah jambu, tapi tak pernah menjadi hitam. Dunia versiku dulu.
Namun usia, peristiwa, dan rasa telah mengantarkan
pada berbagai lintasan hidup. Dunia bukan hanya putih atau bahkan hitam,
mungkin pula abu-abu.
Mungkin selain katalog warna, telah banyak pula
mencicipi katalog rasa. Setiap rasa ada takarannya, berapa kau taruh porsimu
dalam rasa yang kau pilih itu.
Kala takaran-takaran tersebut melampaui porsinya,
kemudian berbenturan dengan katalog rasa lainnya, mungkinkah ia beralih rupa?
“mba,
coba deh buka twitterku. Sadis yak?” seorang sahabat
mengirimkan BBM padaku. Dan saat membuka twitternya, ada twittnya :
“ emang
baiknya kamu masuk calls blacklistku #####” diakhir twitt, dia mention akun
orang yang dimaksud.
Apakah rasa benci yang telah dipilih sahabatku
tersebut?
“
nggak perlu kayak gitu juga kali, dulu
kan kamu sayang sama dia” demikian kataku.
Walaupun aku mengerti mengapa sahabatku ini
mengambil sikap demikian, namun tak juga membuatku bisa mensetujui sikapnya
tersebut. Dia tengah menjalani proses dari lovers
turn into stranger. Sepertinya terdengar mengerikan. Tapi bukankah ada
puluhan kejadian yang serupa demikian? Bertebaran di sekitar kita, di
sekitarmu, di sekitar kalian.
Benci,
Aku memikirkan kata itu.
Apa sebenarnya di balik rasa “benci” itu? Mengapa manusia
bisa merasa benci dengan manusia lainnya.
Benci,
Benci,
Benci bisa saja alihan rupa dari sebuah cinta yang
meluber porsinya.
Benci bisa saja ketidakmampuan menerima kenyataan
bahwa kita salah memilih pilihan yang kita ambil.
Benci bisa saja bukan karena ketidaksukaan pada
sesuatu. Tapi efek dari ketidakbolehan menyukai sesuatu/seseorang.
Benci mungkin saja tameng yang kita buat sendiri
untuk menutupi rasa sakit yang tak tertanggungkan.
Benci mungkin juga ketidakberanian untuk menerima
bahwa kita mungkin salah.
Mungkin,
Benci
Aku mungkin sekarang mengenali kata dan rasa “benci”
itu.
Tapi
masih tetap tidak ingin memilih katalog rasa itu. Itu saja.
Glasgow, 3 Oktober 2012. 10.45 pm.
puitisssss :D
BalasHapushadeeh lah nulis tema BENCI malah dibilang puitis ahaha :D
BalasHapusaku ikut andil neeeeeeeh.... GR yg pasti ;ppp
BalasHapuskamu mah GR-an....selaluuuu ahaha ;p
BalasHapusini pastiiiiiiiiiiiiii! 100% for sure hayo ngaku aj ;ppp
BalasHapuswakakak...ini atas andil banyak pihak, kamu salah satunya #ngadem-ademi ;p
BalasHapusgoogling kata 'benci', eh, masuk kesinih...ngikut komen yak? kalo ndak bole sayah ta maxa neh,,he
BalasHapusituh kata ta googling soale pernah ada a especially girl (caelah, nyarios naon eta teh,,hi)bilang gitu ke sayah. tahun 2009, sayah ngasih dua buku perdana (yang kalo orang baca, pikirannya bisa ngikut sableng kayak nyang nulis :p) lewat perantara temen di jurusan dia tanpa tatap muka. kenapa kagak langsung aja? dikejar waktu, kerja part time (biasa, panggilan tante2... uaduah! gubrak!) jaga warnet.
dunia memang tidak sekedar hitam dan putih. ada pertimbangan-pertimbangan lain yang mesti kita pikirkan, kita pahami. terkadang seseorang mengambil keputusan yang tidak jarang sebenarnya itu berat, karena ia tidak dalam posisi memilih. seperti ketika ia berkata 'aku benci kamu', tanpa alasan, tanpa bertatap muka, tak masuk akal, seperti cinta. mungkin ia harus berkata itu, karena jika tidak, seseorang disana akan selalu mengharap, dan kelak akan merasakan sakit dua kali lipat saat melihat kenyataan yang tak bersahabat.
kata maaf pun hanya menguap, hilang, menjadi hujan, dalam di lubuk hati.
tapi maaf ku pada pemilik blog ini karena telah curhat dengan semena-mena, sepertinya dimaafkan. (hehe)
*PLaK! PLakK! (suara telapak tangan. mengetik sambil dikeroyok nyamuk tuh bener2 ndak enak. sekali-kali cobain deh (maxa!)he
Salutaion Savoir, Marsdream.
@afa : ehehe waduw baru kali ini ada yang langsung curhat di lapak blog saya wahaha seru juga. menurut saya, entaha bagaimanapun benci akan menghabiskan energi kita sendiri. walau sakit, sepertinya memaafkan lebih terasa melegakan, meringankan :)
BalasHapusThanks for reading ya..
maturtengqyuh juga... :)
BalasHapusblog na ajib :D