Ups..aku tahu kalian sudah memprotes judulnya. Diamlah saja dulu, tak usah banyak memprotesku kali ini. Diam saja dan nikmatilah.
Ah, atau kalau protes membuat kalian lebih nikmat, maka
proteslah. Saya hanya ingin bercerita, tentang orgasme. Eit, orgasme otak!
“
Mba, bisa nggak ketemuan sore ini habis aku balik kerja,” kata Widya, seorang
sahabat lama. Teman sekamarku saat kami berdua berpetualang selama tiga bulan
di Itali tahun 2008 lalu.
Segera kuiyakan, sudah beberapa kali janjian
ketemuan gagal terwujud, padahal kami berada di kota yang sama, Jogya.
“
Udah lama nggak orgasme otak ahaha..masih inget kan istilahnya Trully hihi,
susah dapet partner di sini,” katanya sambil terkekeh setelah ia sampai di
kamar kosku. Masih cantik seperti biasa, masih dengan kebiasaannya yang selalu
maniak cermin. Bila melihat bayangan cermin, ia selalu segera melihat dan
mematut-matut dirinya di depan cermin secara spontan. Ia terlihat lebih dewasa dibanding kali
terakhir aku bertemu dengannya. Pernikahan mungkin memang membuat orang menjadi
dewasa, beberapa iya, banyak juga yang tidak. Dan saya sering menjadi “tempat
sampah bagi kedua jenis tersebut.
Tapi kali ini ia tidak ingin menemuiku untuk
menjadi keranjang sampahnya, ia menemui untuk mengajakku orgasme. Orgasme otak!
Istilahnya memang sedikit ekstrim dan nyeleneh.
Orgasme otak? Kalian mungkin akan mengerutkan kening? Dulu akupun demikian.
Dulu aku menyebutnya momen “bertukar kepala” saat bertemu dengan “lawan” yang
berimbang untuk ngobrol tentang hidup. Tapi Trully, sahabat se-flat sewaktu di
Italy mengenalkan istilah baru, orgasme otak dan akhirnya sekarang lebih sering
menyebut momen itu dengan orgasme otak, karena memang terasa lebih pas.
Karena
dia sengaja menemuiku untuk melakukan orgasme otak, maka aku tahu apa yang
harus kulakukan. Cukup dengan menyentil syaraf-syaraf otak berpikir tentang
hidup dengan pertanyaan-pertanyaan, maka kami dengan mengalir saling bertukar
kalimat. Kalimat-kalimat yang saling berloncatan, saling menemukan, kadang
saling melawan, kadang saling bersinergi, ataupun kadang meledak lalu terdiam,
relaksasi. Orgasme! Kepuasan tertinggi saat otak dan pikiran mendapatkan lawan
yang berimbang untuk melepaskan segala pikiran-pikiran, wacana, sikap, sudut
pandang mengenai sesuatu hal yang dibicarakan dan mendapatkan respons dahsyat
yang seimbang. Begitulah orgasme otak. Terbayangkan apa yang kujelaskan pada
kalian? Atau kalian malah membayangkan hal yang lainnya? LOL
Istilah orgasme memang lebih ke arah konotasi
seksual. Tapi lihatlah definisinya hampir sama.
Orgasme berarti pelepasan tiba-tiba ketegangan seksual yang terkumpul,
dan orgasme otakpun demikian, pelepasan ketegangan atau kumpulan
pikiran-pikiran yang mengendap.
Manusia dipenuhi kumpulan pikiran-pikiran yang
seringkali bersembunyi di bawah permukaan, sering tak tergali. Mengendap sekian
lama, dan tak semua orang mampu menggalinya. Orgasme otak berbeda dengan sesi “curhat”,
dimana curhat seringkali lebih pada bercerita tentang masalah, unek-unek ataupun
luapan perasaan yang dialami seseorang. Biasanya satu orang akan bercerita,
sedangkan partnernya akan berperan sebagai seorang pendengar. Bisa sepihak,
namun bisa juga bergantian setelah seseorang selesai dengan curhatannya.
Curhat membutuhkan seorang partner yang siap
menjadi “tempat sampah”, memberikan saran, pandangannya ataupun hanya sekedar
mendengarkan.
Tapi orgasme otak adalah peristiwa saat dua orang
atau lebih saling menimpali, saling berupaya memberikan pandangannya, terjadi
persilangan, mungkin sedikit perdebatan atau persetujuan, ataupun berakhir
dengan pemakluman. Untuk mencapai orgasme otak yang berkualitas diperlukan
seorang partner yang seimbang. Inilah yang membuat tak semua orang bisa
dijadikan partner untuk melakukan orgasme otak. Bagiku sendiri pun demikian,
bahkan sahabat inner circle yang
sudah sekian lama bersamapun tak semuanya bisa diajak orgasme otak. Beberapa
hanya bisa terlibat dalam sesi “curhat” tapi susah untuk diajak orgasme otak.
Manusia punya banyak pikiran yang perlu
dicurahkan, bertukar pandangan hidup,
mendengar pandangan lain, berpikir, mempertimbangkan, ataupun menerima. Cukup
dengan satu dua pertanyaan, pembicaraan akan mengalir, saling menimpali,
meninggi, memuncak, klimaks. Ada syaraf-syaraf yang menegang melepas, kepalamu
akan terasa ringan, jiwamu tersegarkan kembali. Orgasme otak seperti re-charge pikiran dan jiwa sehingga dua
orang akan merasa lebih berenergi, bersemangat kembali. Curhat biasanya hanya
mampu melegakan bagi satu pihak saja, si “pencurhat” karena ia merelease pikiran-pikiran tentang masalah
atau apapun yang menggelayuti pikirannya. Tapi orgasme otak akan berefek
positif pada kedua belah pihak, mutualisme.
Tapi bila partner tidak seimbang, biasanya
pembicaraan akan mentok, gagal untuk saling meledakkan satu sama lain.
Ejakulasi dini.
Nah inilah seninya bagaimana melakukan orgasme
otak yang berkualitas. Terus terang aku senang melakukannya, terasa manfaatnya
bagi jiwa. Bicara soal hidup, impian-impian, makna hidup, pembelajaran diri,
pandangan-pandangan akan suatu hal.
“
Hidup kini bukan lagi hitam atau putih saja, tapi kadang juga abu-abu. Nggak
berani lagi untuk nge-judge orang
sebelum tahu latar belakangnya. “ kataku. Lalu ia dengan cepat menangkap umpan,
lalu melakukan “serangan balik”
“
Kontribusi wid, kalau udah umur segini..apalagi yang dipikirin, hidup bukan
lagi untuk diri kita sendiri. Cuman selama ini masih sporadis, belum nemu
komunitas yang bisa konsisten..bla..bla”
Kalimat yang terlontar saat kami bicara soal makna hidup.
Tentang kenangan, tentang kekinian ataupun masa
depan. Tentang impian, keterpurukan, cinta ataupun hubungan. Bukan melulu soal “cerita”
tapi pandangan yang saling menyetujui atau bahkan berbenturan. Namun kami tahu,
kami berdua mengalami kenikmatan bersama-sama dalam bertukar pemikiran. Di
momento cafe itu tak terasa waktu cepat
berlalu,
“
Duh, kudu pulang mba. Suamiku sudah selesai jadwal ngajar di LIP jam segini,
tengkiu ngobrol-ngobrolnya,” pamit Widya mengakhiri sesi malam ini.
Manusia butuh orgasme otak untuk menyegarkan
kembali pemikiran-pemikirannya, jiwanya. Ada energi baru saat kami berdua
pulang. Terimakasih for the priceless
moment, dear friend.***
0 Comments: