Sinar mentari menelusup lewat jendela flatku-pagi yang mahal di Glasgow
Malam sudah cukup
menua di Glasgow, sementara subuh mulai merayapi waktu Indonesia. Aku sudah
semakin terbiasa dengan dua waktu ini. Dan kubiarkan diriku bersantai sejenak
setelah hari ini submit second year
report yang telah menguras pikirku beberapa minggu ini. Sedikit menyegarkan
otak dengan jalan-jalan sore sendirian ke sekitar Byres Road dan mampir Tesco
untuk membeli belanja mingguan. Glasgow benar-benar sudah terasa seperti rumah,
telah kukenali aromanya, jalanannya. Jalan ke Byres Road itu seperti aku hendak
ke arah kentungan di Jogya atau perempatan MM. Semakin lama hidup di Glasgow,
rasanya semakin betah saja. Apalagi kini sedang musim semi menjelang musim panas
hingga cuaca cukup menyenangkan. Pagi Glasgow biasanya diawali dengan cericit
burung dan sinar mentari yang menyelusup masuk lewat gorden jendela flatku. Iyah,
kurasa waktu pagi adalah waktu favoritku. Menikmati pagi cerah yang mahal dan
secangkir kopi. Iyah mahal, karena pagi dengan mentari yang cerah bahkan untuk
musim semi atau panas-pun termasuk hal yang langka. Ada teman yang menceritakan
hal yang lucu tentang Glasgow. Dia bertanya pada seorang temannya yang orang
Glasgow.
“ Berapa lama musim panas berlangsung di Glasgow?”
“
Umm...yah, sekitar dua mingu” begitu jawabnya.
Hahaha benar-benar
deh Glasgow. Tapi cuacanya yang galau itupun semakin lama juga semakin biasa.
Menjelang musim panas ini Glasgow cukup hangat. Di antara ke empat musimnya,
mungkin musim yang paling menyenangkan untuk tinggal memang musim panas. Tidak
terlalu panas, juga tidak terlalu dingin, pas untuk manusia tropis sepertiku. Tapi
setiap musim mempunyai kekhasannya sendiri, dan aku masih merasa Glasgow
sungguh tempat yang sangat nyaman untuk tinggal.
Sejak pertama kali
menginjakkan kaki di daratan Glasgow, ada semacam rasa bahwa kota ini serasa “akrab”
di hati, maka hampir tak ada kesulitan berarti untuk beradaptasi. Kesulitan
yang banyak kuhadapi lebih pada masalah studi doktoralku, namun tentang
penyesuaian diri dengan Glasgow berjalan begitu mulus. Empat musimnya sudah
kurasai, walau kurasa hanya ada satu musim di Glasgow : musim hujan ahaha...
Tapi benar, Glasgow
sudah terasa rumah. Apalagi setelah mengunjungi beberapa kota seputar UK, aku
merasai bahwa Glasgow memang kota yang “pas” untukku. Kadang ada kota-kota
tertentu yang memang sesuai dengan karakteristik orang masing-masing. Ada yang
suka metropolis, ada yang campuran, ada yang suka benar-benar pedesaan. Semua
orang dengan pilihannya masing-masing tentu saja.
Glasgow, aku
bersyukur bisa mempunyai kesempatan hidup di tanah ini. Penuh warna, penuh
rasa, penuh cerita, dan aku bersiap merajut kisah-kisah berikutnya.
Glasgowku//rumahku.
Di penghujung bulan
Juni, 2013. 11.45 pm.
0 Comments: