Aku masih di sini.
Iyah, masih terus di sini. Dengan pintu terbuka yang biasa kau masuki. Walau
kau datang dan pergi seperti angin, aku tak pernah bisa menduga kapan kau akan
datang atau pun akan pergi.
Tinggallah,
kataku. Kamu membisu
Mungkin nanti.
Aku masih saja
menjadi manusia nomad. Dengan rumah yang aku gendong kemanapun aku pergi.
Rumahku itu dimana aku tinggal. Aku bergerak, menjelajahi tempat-tempat asing.
Tapi sebenarnya aku tak kemana-mana. Aku masih di sini.
Dengan pintu yang
masih saja terbuka kapan saja. Aku tidak kemana-mana bukan? Seberapapun jauh
aku pergi, nyatanya aku tetap saja tinggal. Membukakan pintu tiap kali hatimu
ingin singgah.
Melarikan
diri sungguh gagasan yang salah. Kataku lagi.
Karena bahkan jarak
makin mempererat. Jadi bagaimana aku bisa pergi?
Memang
aku tak mau pergi. Hatiku bergumam
Tapi suatu saat
mungkin engkau yang akan pergi, atau aku yang pergi. Atau kita memilih
bersama-sama untuk tinggal.
Bila engkau pergi
sekalipun, bukankah engkau tetap akan membawaku seumur hidupmu?
Dan bila aku yang
pergipun, kamu sebenarnya pun takkan kemana-mana. Di hidupku.
Dulu
aku takut suatu saat aku akan kalah,
Tapi aku tidak sedang
berperang, aku sedang mencinta.
Kadang aku juga takut
akan kehilangan, tapi
No
one loses anyone, because no one owns anyone. That is the true experience of
freedom: having the most important thing in the world without owning it (PC)
Malam sudah menua.
Aku pun tak
kemana-mana. Menjagaimu dalam keterpisahan maupun kebersamaan.
Dan aku di sini. Tetap
di sini.
Di hatimu.
Aku
tidak pernah datang, dan tidak akan pernah pergi. Aku telah ada dan tertulis
jauh sebelum kita tahu perjalanan ini akan terjadi
(dari kamera kata-Catastrova Prima)
Lewat tengah malam,
Glasgow 21 July 2013.
0 Comments: