Kami duduk berdua
hari ini, aku dan saya. Hanya duduk diam tanpa bicara.. lama. Sepertinya bisu telah
menjadi sekutu. Ada jarak yang membuat kami berdua begitu kaku. Lalu saya
menoleh, memandangku tanpa bicara apapun. Matanya menatapi mataku.
Aku masih saja
terdiam, tak juga tahu harus bicara apa.
“ ada apakah?” tanya saya padaku. Walau
sebenarnya aku tahu bahwa saya tahu apa yang sedang kurasakan.
Aku hanya menggeleng
padanya. Tersenyum, entah senyum getir ataupun seperti senyuman penuh penerimaan. Rasa kadang pada titik
tertentu bercampur campur beraneka. Sulit kutemukan definisinya.
“
I need time” kujawab begitu pada saya.
Lalu kulihat saya
tersenyum. Senyumannya tak lagi sepolos dulu, tak lagi seputih dulu. Senyuman
itu seperti lahir dari banyak getir, banyak liku, banyak kisah. Tapi dia masih
bisa tersenyum.
“ Maaf” hanya satu kata itu hanya
bisa kukatakan pada saya.
Lalu saya kembali
tersenyum, memegang tanganku perlahan. Hangat menelusur hatiku.
“ Tidak apa.” Jawab saya padaku. Genggaman
tangan saya padaku terasa semakin erat.
“ Mungkin kau hanya butuh udara
segar, jendela, secangkir kopi ataupun pantai.” Tambah saya, tanpa melepaskan
genggaman tangannya pada tanganku.
“ Maaf ya” lagi-lagi hanya kata itu
yang meluncur dariku. Ada hujan yang bersiap di pelupuk mataku.
“ kau sudah makan? Makanlah. “ saya
hanya mengucapkan kalimat itu.
Dan hujan tiba-tiba
menderas.
---
butuh me time mungkin ya, mba siwi :)
BalasHapusahaha baca tulisan ini lagi kok mellow amat yaaa...hihi iya kali Ila, butuh refreshing sepertinya :)
BalasHapusbahkan, yang paling kuat pun pernah mengalami masa-masa paling rapuh._Nietzsche_ :)
BalasHapus@ Afa : ehehe so true :)
BalasHapussering banget berdialog ah,,apa bermonolog ya, semacam itu...
BalasHapusahaha iya mba titik, apalagi kalau lagi gulana hati. mantaplah itu...
BalasHapus*aku suka banget istilah "gulana hati"mu, semacam unik..nggak se-mainstream "galau"..sukaaaaa :))