Di antara pertanyaan seperti : apa?
Dimana? Siapa? Bagaimana? Mengapa? Kenapa? Saya punya kesan tersendiri pada
pertanyaan : kenapa?
Ada beberapa momen yang masih
saja kuingat saat seseorang menanyakan hal tersebut pada saya.
Kenapa?
Kenapa
itu seperti dua tangan yang terbuka menyambutku dengan segenap waktu dan perhatiannya. Kenapa itu seperti genggaman di tanganku yang memberikan kekuatan. Kenapa itu seperti pemadatan dari ribuan
kalimat yang ingin mengatakan “ada aku,
kamu tidak sendirian”.
Kenapa
itu seperti orang yang duduk di sampingmu, siap mendengarkanmu. Kadang
mendengarkan saja, tanpa pretensi, tanpa menghakimi, tanpa pula berusaha
setengah mati memberikan solusi. Karena sebenarnya kesediaan mendengarkan
itupun merupakan sebagian solusi itu sendiri.
Saat hidup tengah penat, ataupun
tengah ditumpuk segudang aktivitas, ataupun ada kejadian-kejadian yang membuat
hari terasa berat. Saat ada yang datang padamu, dengan sapaan sederhana. Kenapa? Atau ada apakah?
–bahkan bila itupun serupa text-text digital yang terbaca di layar HP, di layar
laptop ataupun komentar. Rasanya saya ingin memeluki text itu, karena hangat
menjalar tiba-tiba. Serasa beban terangkat serta merta.
Mungkin karena di balik kata kenapa, tersimpan perhatian, kasih
sayang, ataupun juga cinta. Mungkin juga ada peduli, ada simpati.
Ingat-ingatlah kapan terakhir kali kamu saat bermuka masam, ataupun saat harimu
terasa berat. Lalu kemudian ada seseorang yang menanyaimu, kenapa? Dengan
sepenuh-penuhnya perhatiannya. Mungkin saatnya kamu mengingat seseorang itu,
karena tidak banyak yang menyayangi dengan cara yang seperti itu. Karena tidak
banyak orang yang datang dengan pertanyaan kenapa tadi itu mampu mengubah
harimu yang kelabu kembali jadi semanis madu. Meringankan bebanmu dan menerbitkan
lagi senyummu.
Ingat-ingatlah, ah dan sepertinya
memang engkau akan susah melupakannya. Jadi selamat ingat.
---
Terimakasih untuk
kenapa-mu.
0 Comments: