Kamu
akan tahu suatu saat cinta tak lagi muda,
Ia
bukan lagi cinta kemarin sore, yang malu-malu dan merah merona saat di dekatmu.
Walau
terkadang masih saja begitu dengan alasan yang tak pernah kutahu.
Mungkin
benar, bahwa cinta bisa terbaca dari secangkir teh atau kopi yang kusiapkan
untukmu.
Bahwa
mungkin saja benar, tak perlu banyak kata. Hanya cinta yang diselusupkan dalam
rasa tiap masakan yang kau lahap itu
Dan
mungkin saja tak salah, bahwa cinta itu tak lagi melulu soal tawa, canda.
Aku
yang diam-diam merajuk, kesal hati tapi masih saja berkata “ obatnya jangan
lupa diminum” dan mengambilkan segelas air putih untukmu.
Kita
dan gelombang emosi yang berarakan tiap harinya. Tapi kenapa selalu tangan kita
bergandeng bersama.
Dua
Dekade.
Dan
bilapun dua dekade lagi, mungkin masih saja kadang kupandangi engkau dari jarak
sepersekian meter, dan kutanya pada hatiku : “apa yang membawaku menjatuhkan hati padamu?”
Bila
cinta sudah tua suatu saat. Masih ingin kubawakan secangkir teh yang kau minum
cepat-cepat. Lalu kuprotes untuk kesekian kalinya. “minum teh itu dinikmati
setiap sesapannya, biar terasa rasanya. Bukan kayak minum air putih”
Lalu
kau bilang : “Sudah kudengar seribu
seratus tujuh kali” sambil tersenyum jahil.
Dan
bila cinta sudah tua suatu saat. Mungkin rasa biasa menjadikan kita
mencari-cari cinta yang dulu menggelora. Kemana perginya?
Bila
saat itu datang mari kita cari bersama-sama.
Mungkin kita akan belajar mengolah cinta seperti adonan roti, yang harus
terus dibuat lagi. Diperbaharui lagi.
Dua
dekade
Aku
tidak mau menghitung angka-angka.
Kebersamaan
mungkin lebih banyak bicara tentang senyuman yang kita bagi bersama. Tentang masalah
yang kita hadapi bersama. Tentang hidup yang banyak memberikan kejutan pada kita.
Tentang kenang yang tersimpan di hati kita.
Tentang hari ini, detik ini.
Tentang hari ini, detik ini.
Kita.
Itu
saja.
***
Bila
dua tahun..humm tiga tahun ini dikorelasikan dengan dua dekade, tiga dekade.
Suatu saat kau akan mengerti betapa ambigunya waktu.
With
Lots of Love
--
0 Comments: