Di tengah dunia yang
riuh rendah ini, pernahkah kalian ditanya ataupun menanyakan sebuah pertanyaan
pada dirimu sendiri? Apalagi yang kau cari?
Bahasan ini tiba-tiba
kembali mengemuka saat saya iseng melihat video-video tayangan di Youtube, yang
menampilkan talkshow bersama Gede Prama. Saat beliau ditanya oleh pembawa
acaranya, dengan pertanyaan, “Apalagi sih
yang dicari dari seorang Gede Prama?”
Dan baris-baris berikutnya adalah jawaban yang
begitu mencerahkan. Mungkin kurang lebihnya saya kutip demikian :
“
Hidup saya dibagi menjadi dua tahap, pencarian ke luar dan pencarian ke dalam.
Saya tidak bilang pencarian ke luar tidak bagus, bagus. Saya mencari hal-hal
untuk membiayai sekolah anak saya dan lain sebagainya. Namun ada waktunya, saat
turning point terjadi..ada rasa berkecukupan. Jadi pertanyaan "apalagi yang
dicari" sudah tidak relevan lagi. Semuanya terasa cukup,” begitu jawab
beliau dengan suaranya yang teduh.
Saya mengenal cara
berpikir dan cara pandang beliau sudah cukup lama. Tepatnya saat studi S2 di
Jogya saya banyak membaca dan mengoleksi buku-buku beliau. To be honest, saya
bukan seorang yang terlalu religius, tapi semenjak dulu memang selalu haus
dengan hal-hal pencarian spiritual. Sejak dulu saya merasa bahwa saya butuh
untuk belajar untuk memahami hal-hal yang tidak nampak di permukaan. Hal-hal di
samping rutinitas dan tuntutan stigma masyarakat, tentang pencarian makna
hidup, tentang kebahagian, tentang nilai sukses. Bukan untuk sok-sokan, tapi
lebih untuk usaha untuk mengenal diri sendiri. Setiap diri, ada raga, ada pula
jiwa. Saya ingin belajar menghidupi keduanya dengan seimbang. Selain belajar dari
pengalaman, tentu saja saya belajar dari buku-buku dan dari orang-orang lain.
Itulah kenapa saya suka membacai karya Paulo Coelho, menyimak kalimat-kalimat
pencerah Gede Prama ataupun telaah-telaah dari Bapak Quraish Shihab. Hidup ini
adalah belajar dan belajar, termasuk belajar untuk mengenal dan mengerti diri
sendiri.
Saat tahun demi tahun
terlewat, saat kejadian demi kejadian dalam hidup berjalan, diri juga
bertumbuh.
Apalagi kau cari?
Gelar, Materi,
status..? Ada banyak hal-hal yang bila kita lihat dari nilai substansi akan
membawakan sudut pandang yang berbeda.
“Pa,
what do you term by happiness?” begitu tanya putri Gede Prama, saat beliau
bercerita.
“
Inner Contentment, juga pada rasa berkecukupan, saya merasa sangat
berkecukupan, sehingga pertanyaan apa yang dicari sudah tidak lagi relevan.
Tugas saya berikut adalah berbagi pada orang lain,” jawab beliau.
Ah, sungguh
menentramkan dan mencerahkan. Rasa berkecukupan bukan berarti semuanya telah
dimiliki, tapi terletak pada rasa syukur dan penerimaaan yang dalam. Sungguh saya
ingin sekali belajar untuk mencapai tahapan tersebut.
Tuhan telah
memberikan banyak sekali anugerah pada saya. Apalagi yang saya cari? Tanya saya
pada diri saya sendiri.
Pasangan? Anak?
Rumah? Materi? Karir? Kesuksesan? Apalagi..tidak pernah cukup. Dunia tidak sempurna bila harus sesuai dengan
semua apa yang kita inginkan. Tapi dunia sempurna bila disertai dengan
penerimaan, dengan rasa berkecukupan.
Saya dikaruniai Tuhan
bertemu dengan seseorang yang penuh kasih, menemukan cinta, dan membuat saya merasa bahagia
lebih dari apa yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya dititipi anak-anak yang
walaupun bukan lahir dari rahim saya, tapi telah dianggap ibu. Ibu yang belajar
mendengarkan apa-apa yang mungkin mereka sungkan untuk berbicara pada ibu
mereka, semoga memberikan pembelajaran bagi saya untuk menjadi ibu dari
anak-anak saya kelak, bila diberikan titipan Tuhan. Rumah, secara fisik saya
belum mempunyai rumah fisik yang tetap tapi Tuhan memberi saya rumah
dimana-mana. I’m home, I’m home. Rumah hati saya. Saya diberikan keluarga yang
hangat yang selalu menjadi tempat yang nyaman untuk pulang, sahabat-sahabat yang pengertian dan perhatian. Ada banyak sekali
anugerah-anugerah lain dari Tuhan yang terlalu banyak untuk saya sebutkan. Tuhan
sungguh Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Penyayang. Kalimat yang sering kita
sebut-sebut dalam ayat-ayat kitab suci itu mungkin akan lebih terasa bila lebih
dipahami dalam jalur-jalur pengalaman, “mengalami” dan menyadari.
Hari ini saya kembali
diingatkan untuk belajar mencukupkan, belajar penerimaan, belajar untuk
bersyukur. Tugas saya selanjutnya adalah membayar kasih-kasih semesta yang telah diberikan
pada saya. Mengabdi pada bumi ini, pada sang Pencipta semesta ini.
Salam
Glasgow, 11 Februari
2014.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPagi2 baca ini jadi kembali mensyukuri hidup. terimakasih pencerahannya. eh kata "Salam" itu ikut2an cara aku menyingkat "assalamualaikum," ya? #dijitak wuahhaha
BalasHapussalam cerah :p trimakasih tlah memberi cerah #bighug :* :*
BalasHapus@ Alfa : ehehe salam pelayanan :)
BalasHapus@Arian : hihi syukurlah kalau mencerahkan *halaaah. Jiaah itu kata salam sudah dari dulu saya pakai kadang di akhir tulisan, salam itu seperti makna sapaan, kalau diakhir kalimat, maksud saya seperti "pamit" begituuu ehehe..tapi boleh juga kalau dianggap singkatan dari Assalamualaikum. Asal dianggap yang baik2 sih monggo2 saja ahaha ;p
@lupi : salam cerah ceriaaaaaa...terimakasih kembali sudah setia berkunjung lupi :*