Ada riak-riak percakapan dalam diri suatu kali
“Kenapa harus minta
maaf? Toh bukan kamu yang salah”—kata si pikir menceramahi.
“Harusnya dia dong
yang minta maaf duluan”—si pikir kembali memprovokasi.
“Tapi aku merasa
tidak nyaman. Seperti ada yang menyesakkan dadaku.” –si hati mencoba
berargumentasi.
Meminta maaf. Ini bukan
tentang minta maaf seperti kala lebaran yang entah kenapa terkadang sepi makna.
Apa yang terjadi pada dua orang yang bersalaman itu. Mungkin saya yang manusia
biasa ini harus mendalami lagi makna saling memaafkan.
Saya selalu mengagumi
proses saling memaafkan. Karena bila hanya saya seorang diri saja, tak mungkin
saling memaafkan bila hadir dan ada.
Saling memaafkan
membutuhkan kerja hati dua manusia. Dalam prosesnya ia tak pernah selibat.
Bukankah mengagumkan?
Aku minta maaf
ya...mungkin kalimat itu pernah saya lontarkan pada sahabat saya, pada pasangan
saya, pada orang-orang tercinta saya.
Saya dulu sempat
bertanya, kenapa musti meminta maaf? Misalnya dalam kondisi bahwa hati saya
bilang bahwa bukan saya yang salah.
Kalian tahu bahwa
mungkin saja ada dua orang yang sama-sama tidak salah, namun menghadapi
momen-momen yang tidak mengenakkan.
Dunia tak selalu menjadi tempat orang yang selalu paham apa yang kita inginkan,
apa yang ingin kita katakan. Bahkan perkataan yang lugas pun bisa dimaknai
lain, bila diucapkan di saat yang mungkin kurang tepat.
Dua manusia mencipta
keajaibannya sendiri-sendiri dalam berkomunikasi. Kalian mungkin telah
mengakrabi, dua sahabat yang saling diam, yang mungkin saja satu pihak tidak
tahu kenapa sahabatnya mendiamkannya. Ataupun mereka sama-sama tahu, namun tak
ada satu pihak yang mengulurkan kalimat : aku minta maaf yaa..
Saya suatu ketika,
pada beberapa peristiwa mengalami itu, seperti juga mungkin kalian semua. Tiap
harinya kita berinteraksi dengan banyak manusia, semuanya jalin menjalin dan
memberikan kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, ketidakmengertian dan situasi
yang tidak mengenakkan. Kalian pernah mengalami hal itu bukan?
Lalu biasanya apa
yang terjadi.
DIAM. Mungkin hal ini
juga terasa familiar, dua orang yang saling diam. Jembatan hati terputus
sejenak tanpa ada pihak yang berniat menyambungkan kembali. Diam, tanpa ada
yang mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan pihak lainnya.
Ada yang mengganjal
dalam hati, ada semacam rasa yang membuat sesak di dada. Tapi mungkin kedua
pihak memilih mendiamkannya. Atau mungkin suatu saat akan terlupa, dan
(pura-pura) baik-baik saja.
“Aku minta maaf yaa”
Entah mengapa seperti
ada jembatan-jembatan yang kembali menghubungkan kembali dua hati, dua sahabat,
sepasang pasangan, anak dengan orang tua, atau dengan menantu, kakak dengan
adik, siapa saja.
Pihak lainnya
biasanya melumer, menyambungkan kembali jembatan yang sempat terputus.
“ Iyah, sama-sama
ya..aku juga minta maaf,” semacam itu.
Saya lama tidak
mengerti, kenapa saya misalnya harus minta maaf duluan? Meskipun pada suatu
kala saya merasa tidak salah. Tapi kalau saya merasa salah, memang biasanya
saya dengan sadar meminta maaf duluan.
Kenapa musti minta
maaf? Protes hati saya suatu kala. Tapi jawaban yang diberikan hati saya
seringkali adalah bahwa diri ini terasa lebih ringan, lalu hubungan dengan
orang yang sempat tidak mengenakkan itu akan kembali baik-baik saja.
Tapi baru-baru ini
saya membaca ini :
It just means that you value your RELATIONSHIP more than your EGO.
Ah, iya..mungkin
memang benar demikian. Semoga menjadi pengingat diri suatu saat nanti, bila ego kadang kala menguasai.
Salam harmoni di Akhir Mei 2014. Glasgow di hari sabtu yang benderang, terang.
0 Comments: