Langit Glasgow
mendung kala saat saya siap-siap ke Otago, ngumpul bersama rekan-rekan saya
yang lain untuk melihat Gibson Gala Street. Combro yang saya buat pun dibikin
dalam kecepatan super kilat. Namun begitu siap akan melangkah, tiba-tiba
Glasgow diguyur hujan. Eaah..padahal Glasgow sudah memasuki musim panas, namun
matahari akhir-akhir ini jarang muncul. Kalau tentang hujan, memang selama
empat musim di Glasgow, hujan selalu mencumbu kota ini dengan mesranya.
Saya akhirnya
berjalan dalam gerimis ke Otago, yang ternyata sampai sana masih sepi. Cuma ada
Mas Basid dan Mas Munir, penghuni tetap flat itu. Flat itu memang jadi basecamp
tempat kami ngumpul-ngumpul bila ada waktu luang. Biasanya masak-masak, makan,
nge-teh, karaoke, nonton youtube sampai diskusi politik dan negara ahaha.
Tak lama kemudian, Mona,
Mba Fitri dan Mas Wahyu pun datang, dan komplitlah sudah kami yang akan nonton
festival. Ceritanya kami pengin lihat-lihat festival yang kebetulah sangat
dekat. Kami semua tinggal di daerah West End, dan setiap tahunnya diadakan West
End Festival. Festival itu sebenarnya diselenggarakan selama 1 bulan, jadi
selama sebulan itu ada berbagai acara baik acara musik, budaya, olahraga, parade,
dan kegiatan-kegiatan lainnya yang diadakan di daerah West End. Nah, Gibson
Gala Street yang rencananya akan kami saksikan itu semacam acara pembuka dalam
rangkaian West End Festival. Huaa selama lebih dari 2 tahun di sini, ini kali
pertama seriusan nonton West End Festival. Tahun lalu saya “kebetulan” lihat
west end festival di Byres Road saat saya akan ke Tesco (Semacam mini market di
sini). Ahaha memang parah, entah kemana saja saya dua tahun belakangan ini.
Kami ngobrol-ngobrol
sambil menunggu hujan reda, sambil mencamil combro jadi-jadian buatan saya. Setelah combro habis, sementara hujan di luar jendela masih belum juga reda. Akhirnya mereka kelaparan, dan seperti biasa agenda kami tentu saja adalah makan-makan. Mie kuah bakso ala saya pun kemudian tandas dalam waktu singkat.
Baru usai sholat dhuhur, kami akhirnya nekad berangkat. Gerimis masih tak henti-hentinya turun. Dengan payung-payung kami berangkat ke festival yang terletak hanya di seberang jalan Otago Street. Kalau di Indonesia, mungkin saja bila ada acara dan hujan kemungkinan akan sepi pengunjung. Namun begitu kami sampai di Gibson Street, ternyata ramai lho. Mungkin memang tak seramai bila cuacanya cerah sih. Tapi salut juga dengan penghuni-penghuni Glasgow ini, mereka penakluk hujan. Karena hujan turun tak pernah mengenal musim, maka yang dilakukan orang-orang sini ya menerima cuaca maha aneh itu dan tetap beraktivitas seperti biasa. Mereka tetap jogging kala hujan, tetap kemana-mana, tetep beraktivitas seperti biasa. Maka festival pun ternyata tetap meriah walaupun hujan.
“Mereka nggak punya
pawang hujan kali ya,” kataku bergurau. Kalau di Indonesia kan terkenal dengan
pawang hujan untuk menangkal hujan kalau ada acara-acara besar/publik. Hihihii
Indonesia memang sungguh kaya raya.
Kami kemudian berkeliling sekedar melihat-lihat apa saja yang ada di festival ini. Ada panggung musik, kemudian juga ada stand stand berjajar yang menjual makanan, minuman, coklat, snack, kerajinan tangan, lukisan, souvenir, dan banyak barang-barang lainnya.
|
Ini kayak si abang-abang jual nasi goreng kambing ya..ahaha ini stand makanan spanyol, yang mirip nasi goreng itu nasi plus kerang yang dimasak ala spanyol, jangan-jangan terinspirasi dari nasi goreng ;p
|
Dan ada juga lho yang bagi-bagi bingkisan gratis. IKEA sebagai salah satu sponsor acara ini membagikan bingkisan gratis. Ada air minum, coklat, dan bisa juga dapat payung gratis kalau register. Saya cuma ngembat bingkisannya saja, lalu menunggu dua orang ini seru-seruan antri payung ahaha, lihatlah muka cerah ceria mereka mau dapat payung gratisan.
|
Mas Basid dan Mba Fitri ngantri payung :D |
Ternyata nuansanya serba oranye, jadi tadaaaa payungnya juga oranye bermotif polkadot ahaha, yeiiii ini muka dapat payung gratis ;p
|
Mas Basid dan payung gratisannya ;p |
Kami
memang hobi mencari gratisan, termasuk teh, kopi, coklat gratis yang diadakan
oleh salah satu stand juga pasti menarik perhatian kami.
|
Setelah ini, yang motret juga segera ngantri kopi susu gratisan :D |
Kemudian
dengan kopi di tangan, kami melihat lihat kembali stand demi stand. Iyah, cuma
melihat-lihat saja sih, soalnya harganya untuk ukuran kami pastinya
mahal-mahal. Kemudian untuk makanannnya juga tak terjamin kehalalannya. Jadi
untuk keamaan kantung dan status kehalalan, mendingan memang cuma lihat-lihat
saja ehehe.
|
stand yang tetap ramai walau hujan
|
Eh, kami
ketemu ikon Glasgow Commonwealth Games yang lucu lho, dan memintanya untuk foto
bareng. Glasgow akan jadi tuan rumah penyelenggara Commonwealth Games XX yang
berlangsung mulai tanggal 23 July-3 Agustus 2014 itu.
|
Kami bertiga, yang secara tak sengaja berseragam jilbabnya ungu-ungu |
|
Iklan untuk vote YES untuk referendum nanti |
Ternyata
acara publik seperti ini juga dimanfaatkan secara ajang kampanye seperti gambar
di atas, tapi kampanyenya sederhana seperti terlihat di gambar tersebut.
Seperti diketahui, September nanti akan ada referendum yang akan memilih apakah
Skotlandia akan tetap bergabung dengan UK, atau melepaskan diri dari UK.
Semacam ngeri-ngeri juga sih bisa keputusannya melepaskan diri dari UK,
bisa-bisa ke England harus bikin Visa. Namun untungnya apapun keputusannya akan
berlaku sejak tahun 2016, yang seharusnya saya sudah selesai studinya *amiiin.
|
ada pula stand yang jual buka-buka, dua buku harganya 1 pounds, lumayan murah juga |
Selain
berkeliling seperti biasa, kami juga tetap narsis sedikit ;p
|
The girls and umbrella |
|
The boys and umbrella |
Absurb banget! ahaha setelah menikmati pertunjukan musik kami pun
pulang ke Otago. Ngeteh, sholat, masak lagi, makan lagi dan nonton youtube
serius hihih. Iya, nonton talkshow politik, peristiwa sejarah Indonesia. Ada
tayangan-tayangan yang membuat saya sedikit terguncang sebagai orang Indonesia.
Ternyata sebegininya negeri ini. Ada sejarah masa lalu yang masih terus ditutup
tutupi. Bangsa ini punya luka yang dibiarkan menganga, disimpan rapat-rapat.
Ketidakberanian bangsa ini untuk menghadapi masa lalu, pun dengan berbagai
macam intrik politik yang terjadi di Ibu Pertiwi. Semoga Pilpres ini merupakan
momentum mulainya Indonesia yang membaik, yang bekerja dan memperbaiki
dirinya.
Tengah malam, saya pulang sambil dideru pertanyaan. Selama ini
saya kemana? Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk Nusantara tercinta?
Tanya itu sepertinya membutuhkan banyak kerja dan karya,
Salam
Glasgow menjelang maghrib. 3 June 2014. 21.00 pm