Usai jalan-jalan dari
Necropolis Sabtu lalu, saya iseng mencari informasi mengenai tempat itu.
Harusnya sebelum ke sana, baca dulu ehehe tapi karena perginya mendadak jadinya
bacanya setelah jalan dari sana. Dalam artikel tersebut ada jembatan cantik
yang menuju Necropolis, dan mata saya terpaku saat membaca nama jembatan itu,
Bridge of Sigh, nama yang sama dengan sebuah jembatan di Venesia-Italia.
Kemarin saat ke
Necropolis, saat jembatan itu baru nampak lamat-lamat di kejauhan, saya sudah notice kalau jembatannya bagus,
“Eh jembatannya bagus banget,” kata
saya pada teman seperjalanan saya. Dan saya pun nggak sadar kalau berusaha banget
dapat spot foto dengan jembatan itu berkali-kali. Untunglah teman seperjalanan
saya mahir urusan beginian, pun sudah tahu “taste” foto saya. Dan jadilah foto
ini, ehehe terimakasih.
Jembatannya harus kelihatan yaaa..*rewel saya. sementara yg motret harus berupaya mengambil gambar dari atas :D |
Dan tiba-tiba saya menyadari
juga, kalau saya selalu suka jembatan. Dulu saya terobsesi untuk bisa sampai di
Ponte Vecchio (jembatan di Firenze-Itali) dan juga Bridge of Sigh di Venezia.
Dua-duanya sudah terwujud untuk saya sambangi—walau pengen kesana lagi--#eh
Jadi sadar juga kalau
saya suka jembatan. Selain juga jalan,
“ Karena jalan akan mengantarkan
kita ke suatu tempat,” begitu jelasku saat ditanyai kenapa suka jalan.
Tapi serius, baru
kepikiran kalau saya ternyata suka jembatan setelah sekian lama. Kenapa? Saya sempat
memikirkannya sejenak *helow orang aneh,
suka jembatan aja dipikir ahahah-iya sama anehnya dengan yang masih betah baca
di sini LOL
Mungkin karena
jembatan itu menghubungkan, iyah..harfiahnya menghubungkan dua tempat.
Memberikan kesempatan orang-orang untuk terhubung, membangun
kedekatan-kedekatan.
Jembatan, mungkin
juga refleksi dari komunikasi. Saya selalu takjub dan mengagumi ajaibnya
komunikasi, mungkin seperti juga saya takjub akan jembatan-jembatan. Komunikasi
memungkinkan satu manusia dengan manusia lainnya untuk mengerti, memahami,
berempati. Komunikasi mencairkan kebekuan-kebekuan, ketidakmengertian.
Ajaib.
Pernah kau merasa
ingin mengatakan sesuatu tapi tak pernah terkatakan?
Pikirkanlah sejenak,
mungkin ada sesuatu yang ingin sekali kau katakan tapi tak pernah kau katakan?
Dalam hidup ini, mungkin
ada hal-hal yang kau simpan erat lalu tak pernah terkatakan. Kenapa? Apa yang
tunggu? Apa kau yakin masih ada waktu?
Atau engkau takut? Apa
yang kau takutkan?
Tidakkah salah satu
penyesalan yang menyesakkan adalah menyimpan sesuatu yang tak pernah mampu kau
katakan?
Selamanya akan
disimpan semesta, tanpa tersampaikan pada empunya.
Alangkah sayangnya.
Itulah mengapa saya
suka jembatan. Jembatan adalah simbolisme keberanian untuk menghubungkan dua
rasa manusia.
Jembatan-jembatan
rasa.
Sudahkah kita membangun
jembatan-jembatan rasa dengan manusia lainnya?
“ Aku tahu kau akan segera punya
kehidupan yang baru, teman-teman lainnya juga sudah punya kehidupan yang baru.
Aku pun mungkin demikian. Jadi aku harus bersiap,” kataku pada sahabat
terdekatku yang sebentar lagi akan menikah.
“ heuu kenapa bilang begitu?”
sergahnya
“ Itu kenyataan yang harus dihadapi
kan? “ begitu kataku.
Kalimat di atas
adalah perbincangan via whataps dengan sahabat terdekat saya. Sahabat dekat
adalah orang-orang yang berputar terus dalam hidup kita. Namun perubahan adalah
keniscayaan, satu per satu sahabat saya menikah. Dan kali ini sahabat terdekat
saya yang akan menikah. Komunikasi yang kami bangun sudah belasan tahun, walau
kami selalu berjarak jauh. Purwokerto-Bali; Glasgow-Bali, Glasgow-Australia.
Jembatan bisa dibangun asal dua manusia masih ingin berusaha untuk
menghubungkannya. Jembatan tak bisa dibangun hanya dari satu sisi. Sebagaimana
komunikasi yang akan mentah bila hanya dilakukan sepihak.
Kenapa saya bilang
kalimat seperti di atas? Saya ingin sahabat saya mengerti. Ada banyak
sahabat-sahabat yang berubah jauh setelah menikah, tanpa mengerti kenapa. Saya
paham, kehidupan seseorang memang berubah setelah berpasangan, kontak dengan
sahabat pasti akan berkurang. Tapi biasanya tak pernah terkatakan, hanya terasa
menjauh, jarang kontak, lalu mungkin saja menghilang.
Sayang kan.
Hanya karena tak ada
jembatan komunikasi, tak saling mengerti. Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya
tahu dan paham konsekuensi akan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Agar
kami saling mengerti.
Saya teringat sahabat
saya ini pernah ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya, tanpa kata, tanpa
penjelasan apa-apa. I believe she
deserved for a proper Good Bye. Itu dulu yang saya selalu pikirkan.
Andaikan ada komunikasi yang baik, sahabat saya pasti tidak perlu menanggung
cerita yang tak terselesaikan.
Ah, begitulah.
Ternyata jembatan
juga memberikan pelajaran, mengingatkan. Mungkin di situlah letak pentingnya
perjalanan. Membacai semesta yang Tuhan anugerahkan.
Bagi saya, Jembatan
adalah simbolisme keberanian, untuk mengupayakan rasa saling terhubung dengan
orang-orang tercinta kita
Keberanian untuk
mengatakan, bersikap, bertindak sesuai dengan apa yang ingin kita katakan, kita
lakukan.
Beranikah kalian?
Salam,
Glasgow, 4 November
2014. Pohon-pohon sudah meranggas, mungkin musim dingin sudah mulai menyapa.
itu kayak film india mohabatein #eh LOL
BalasHapuskerennn...
ajak-ajak dong teh kalo hunting foto :D
BalasHapus@ari tunsa : apanya yg kayak Mohabatein? eheh
BalasHapus@Yangie : ehehe iyaah boleh kapan2 yuk