Akan ada suatu titik
dalam hidup manusia ketika sampai dalam pertanyaan, apa misi hidupmu? Apa yang
membuat hidupmu terasa bermakna? What the purpose of your life? Saya sendiri
menikmati menjalani hidup dengan sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tersebut pada diri sendiri. Hal tersebut membantu saya untuk tetap sadar akan
sejauh mana saya berjalan. Hidup adalah serangkaian perjalanan ke dalam diri.
Apa yang membuat saya bahagia? Apa yang membuat hidup saya bermakna? Kualitas
hidup seseorang kadang kala ditentukan oleh seberapa baik manusia itu
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Pada awalnya, pertanyaan-pertanyaan itu
terjawab dengan saya bahagia kala impian-impian saya menjadi nyata.
Pernah dulu salah satu impian
terbesar saya adalah menjejakkan kaki di Italia, dan pada akhirnya hal tersebut
menjadi nyata dengan memperoleh beasiswa short course bahasa dan budaya Italia
selama 3 bulan di Universita Per Stranieri di Perugia pada Tahun 2008. Kemudian
setelah menyelesaikan pendidikan master di Ilmu Kedokteran Tropis di
Universitas Gadjah Mada dengan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana, saya diterima
CPNS sebagai Dosen di Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu-Ilmu Kesehatan di Universitas Jenderal Soedirman. Sekitar dua tahun
menjadi tugas saya menjadi dosen, saya mendapatkan Beasiswa DIKTI Luar Negeri
ke University of Glasgow, United Kingdom pada tahun 2011 untuk melanjutkan
studi saya jenjang doktoral (S3). Dan kemudian tercapainya suatu impian, akan
membawamu untuk melemparkan impian lebih jauh lagi.
“Oke, saya sudah pergi ke
beberapa benua, menjelajah ke berbagai negara, menempuh pendidikan doktoral di
UK, then what?” itu pertanyaan yang pada akhirnya membawa saya dalam pencarian-pencarian.
What matters to me in my life? Apa yang membuat saya merasa bermakna sebagai
manusia?
What next? Itu yang membuat hidup
selalu berupa tantangan menarik untuk mewujudkan impuan-impian menjadi
kenyataan. Mantra sakti saya waktu itu adalah salah satu kalimat di buku Paulo
Coelho, the alchemist
“ Bila kau inginkan sesuatu, pada
seluruh jagat raya akan bersatu padu untuk mewujudkannya”. Maka rumus yang saya
pakai adalah berusaha dengan segala macam cara, tak kenal menyerah, konsistensi dan persistensi. Bagi
saya persistensi sangat penting. Banyak orang bermimpi besar, dengan semangat
besar pada awalnya. Namun perlu diingat perjalanan mencapai impian tak pernah
mudah, banyak rintangan, kesulitan dan
butuh banyak kesabaran. Banyak yang langkahnya terjegal di tengah jalan. Dalam
hal inilah bagaimana persistensi seseorang menjadi poin penting keberhasilan
seseorang mencapai mimpi-mimpinya.
Namun pada langkah meraih beasiswa
doktoral saya, Tuhan nampaknya ingin saya belajar hal lainnya. Rumus awal yang
saya pakai nampaknya belum cukup, perjalanan saya menempuh phD mengajarkan saya
tentang penerimaan. Tak selamanya impian yang kamu perjuangkan akan menjadi
nyata seperti yang engkau harapkan, hati-hati kadangkala Tuhan menyiapkan
rencana yang jauh lebih istimewa lagi. Namun pada awalnya kamu tidak
menyadarinya. Pelajaran tentang penerimaan tentang ada hal-hal yang tidak bisa
kau ubah, ini akan menjadikan manusia lebih lentur menghadapi hidup. Setelah
hampir semua impian-impian saya tercapai, ada pertanyaan-pertanyaan yang hadir.
Pencapaian pribadi pada suatu titik
hanya akan membuat rasa kepuasan diri, namun saat kita mulai berbagi,
berkontribusi ada rasa bermakna yang membuat kita merasa ingin berbuat lebih
banyak lagi. Sebagaimana bahagia lebih lengkap rasanya bila dibagi dengan
orang-orang yang kita cintai, begitupun hidup, lebih lengkap rasanya saat kita
sudah mencapai titik berkontribusi. Bagi saya, pencapaian hidup saya adalah
bagaimana saya bisa berkontribusi dengan ilmu, passion dan segala potensi yang
saya miliki untuk orang lain, masyarakat dan bangsa.
Kita semua sebagai generasi terdidik,
mempunyai hutang kontribusi untuk bagaimana berperan untuk dunia pendidikan di
Indonesia agar lebih baik.
Saya menikmati peran saya sebagai
pendidik dan mempunyai kesempatan untuk melanjutkan misi saya di bidang
pendidikan.
Tugas dosen dalam pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat memberikan kesempatan saya untuk berbagi
ilmu yang saya miliki. Menjadi dosen yang produktif dengan ilmu dan karya
ilmiah merupakan bentuk kontribusi saya
pada dunia pendidikan.
Menempuh pendidikan di luar negeri,
membukakan kesadaran saya akan berbagai kekurangan saya (dan juga sistem
pendidikan di Indonesia), salah satunya kurangnya pemahaman akan keilmuan, keingintahuan
akan ilmu, kejujuran dalam penelitian dan juga bagaimana mereka menghargai
proses belajar selain hasil akhir. Ke depan, saya berharap dunia pendidikan
mampu melahirkan generasi-generasi terdidik yang cerdas, kritis, inovatif,
jujur dan kontributif. Saya percaya, pendidikan memainkan peranan yang sangat
penting untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Masih banyak PR dunia pendidikan di Indonesia,
yang bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja namun juga memerlukan peranan kita.
“Hidup kita ini bukan untuk bersaing dengan orang
lain. Tapi untuk menunjukkan sisi terbaik dari diri kita sendiri”
Itu sih mantra sakti saya tatkala hidup kadang riuh rendah
dengan berseliweran kegaduhan tentang opini, pendapat, persepsi dan lain
sebagaimana, konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial.
Definisi kusuksesan bagi saya, bisa melampaui “saya” yang
sekarang dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semacam perjalanan ke dalam
diri yang tak pernah henti.
Selain itu, saya mempunyai passion
di dunia kepenulisan. Saya menerbitkan karya-karya fiksi seperti
True Love Keeps No Secret (Gagas Media, 2008), Koloni Milanisti (2013),
kontributor di beberapa antologi seperti The Jilbab Traveller (Asma Nadia
Publishing, 2013), Pulang (Nulis Buku, 2012). Saya ini saya tengah menggarap
naskah buku tentang travelling dan juga paper ilmiah.
Saya menikmati menulis dengan
secangkir kopi, tentang travelling, hidup, cerpen, flash fiction ataupun
lainnya. Menulis bagi saya merupakan salah satu cara saya membincangi diri saya
sendiri sekaligus berbagi dengan orang lain. Menulis untuk merapikan kenangan,
untuk menuangkan ide pemikirian ataupun sekedar menikmati proses menulis itu
sendiri, saat jari-jari bergerak di keyboard melahirkan kata demi kata. Seperti
Kata Pramudya Ananta Toer, menulis itu bekerja untuk keabadian, dan saya sangat
menikmati itu.
Saya juga percaya banyak sekali
anak-anak muda berpotensi dari Kebumen. Hanya saja mungkin harus lebih banyak
keyakinan bahwa setiap orang boleh mempunyai mimpi besar apa saja dan tidak ada
yang tidak mungkin untuk mewujudkannya. Apapun latar belakangnya. Selain itu,
dibutuhkan keberanian. Berani untuk percaya akan mimp-mimpi,berani untuk
memperjuangkan selain itu juga berani untuk menerima apapun yang terjadi
sebagai konsekuensi dari berjuang mencapai mimpi-mimpi. Keluar dari zona
nyaman, melakukan dan menjalani perubahan memerlukan keberanian-keberanian.
Beranilah berjuang untuk mimpi-mimpimu, dan berkontribusilah pada negerimu.
Live your life. Nikmatilah hidupmu dengan sebenar-benarnya hidup.
Tekad saya masih terus sama, bahwa
kebermaknaan hidup ada dalam kontribusi untuk sesama. Terus menghidupi passion dengan
tindakan dan karya. Bahwa passion menjadi nyala bila dihidupi
dengan karya, bila tanpa itu, sia-sia.
Salam karya dari Glasgow, United Kingdom
Siwi Mars Wijayanti
Tulisan ini dipublish di portal Kebumen Muda di link berikut
Impressive,hehe :p
BalasHapusDulu, waktu masih imut2 (kuliah maxutnyah,hi), aku juga seperti banyak mahasiswa lain. Memiliki banyak mimpi, bahkan, aku mempelajari alkemis, yaitu merekayasa pikiran sedemikian rupa, sampai apa yang direkayasa itu terwujud. Aku mencintai ilmu pengetahuan, menurut logika ku waktu itu, hal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh jin (mengendalikan awan, menghentikan hujan, memanggil seseorang dalam hati/pikiran, sampai clairvoyance/melihat orang di suatu tempat lain yang cukup jauh). Sebagian teman menganggapku anak dukun/setan (haha), sebagian lagi 'memuja' tanpa alasan logis. Akhirnya, sampailah aku pada satu ujian Tuhan (katakanlah begitu), yang menyadarkanku, membawaku berkeliling ke masa lalu jaman para nabi. Intinya, suatu permasalahan pelik terjadi, sampai aku melepaskan itu, menerbangkan semua mimpi, dan di hadapan Tuhan aku bersimpuh 'fakir' (merasa tak memiliki apa-apa lagi yang bisa dibanggakan bahkan sebatas mimpi).
Seorang senior berkata agak satire, "Mungkin itu (ketiadaan mimpi lagi) yang menjadi masalah dalam hidupmu! Kamu harus punya mimpi, punya keinginan meski tak harus ambisius, tujuan hidup, sesuatu yang membuatmu benar-benar bahagia, dan merasa 'ada',"
Apa jawabku?
"Mengapa orang berpikir aku tak bahagia? Baju-ku yang lusuh dan hidupku yang sederhana, apakah itu tanda orang tak bahagia?" sampai ini terkadang aku bingung.hehe
Seekor burung merasa bahagia
Terbang bebas di langit sana
Meski tak membawa apa-apa
Meski bahaya pemburu mengancamnya
Apa yang membuatnya bahagia
Ketiadaan keinginan
Ataukah merangkai keinginan
Lalu terbang menuju ke sana bergantian
Pada akhirnya manusia harus bahagia
Dengan mengerti di mana ia memang harus berada
Ada yang seperti burung terbang bebas di angkasa
Dan ada yang harus seperti lebah terus menjadi berguna
Seperti langit yang harus bertahan meski tanpa tiang
Seperti bumi yang terus menjadi tempat perjalanan
Segala sesuatu tercipta sebagaimana tempatnya
Segala sesuatu tercipta tak akan mampu berlari dari takdirnya
:)