Cerita Tentang Rumah Mint


“Iya bu, tapi kalau harus bener-bener nyicilnya maksimal 1/3 dari penghasilan emang kudu yang cicilan sekitar 15 tahun,” begitu curhat seorang kawan yang tengah mencari rumah--Mencari tanah untuk membangun rumah, lebih tepatnya.

Dari curhatnya itu, saya kembali sadar bahwa mempunyai rumah pada saat ini memang tidak mudah dan butuh perjuangan. Punya cicilan selama 15 tahun nggak kebayang sih capeknya kayak apa, walaupun nilai uang cicilannya akan terus turun. Tapi pengalaman pernah punya cicilan tiap bulan itu rasanya nggak enak, kayak punya tanggungan gitu. Tapi di sekitar kita, banyak yang mengambil cara ini untuk memiliki rumah, biar nggak numpang sama mertua ataupun karena keinginan ingin mandiri. Saya pun membeli dengan cicilan kok.

Saya dulu belum terlalu “kenal” dengan financial planning. Jadi pengelolaan keuangan lebih ke asal-asalan saja, asal aman.Tujuan finansial juga nggak begitu jelas, mungkin karena masih sendiri jadi belum menganggap perencanaan keuangan itu penting. Tapi ada satunya sih nggak saya amati, kok dulu belajar ekonomi di sekolah nggak pernah diajari gini-gini ya? Coba gitu diajari financial planning, how to spending, how to saving ataupun investasi. Karena ternyata pengetahuan tentang hal hal tersebut sangat berguna untuk kehidupan kita.

Dulu, tujuan finansial saya paling-paling buat travelling. Karena saya suka jalan-jalan, dan menganggap pengalaman menjelajah itu hal yang berarti dalam hidup. Lalu sekitar 1 tahun sebelum saya pulang ke Indonesia, ada teman yang menawari saya rumah. Dia mau pindah ke lain kota karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di sana. Waktu ditawari rumah, saya merasa belum kepikiran memiliki rumah.
            
Nantilah, masih sendiri juga”-mungkin ini yang membuat saya merasa belum perlu. Ditambah juga, waktu itu saya belum memantapkan hati untuk tinggal di Purwokerto.

Tapi akhirnya saya pun memutuskan membeli rumah--bukan rumah temen saya yang nawari itu sih. Tapi yang tidak banyak tahu bahwa saya menghabiskan tabungan saya agar memperbesar DP rumah sehingga cicilan yang harus saya tanggung nggak terlalu banyak. And then, kejutan setelahnya adalah saya nggak dapat beasiswa perpanjangan Dikti untuk menyelesaikan S3 saya di Glasgow. Itulah yang membuat saya jualan tempe, bakso, sate, bolak balik Glasgow-Edinburgh tiap minggu pas Ramadan untuk jualan, agar saya tetap survive.

Ada satu momen yang masih terus saya ingat, ketika saya ikut bazar Ramadan di Glasgow. Seorang teman dari Indonesia yang order masakan saya mengabarkan nggak bisa ke bazar karena anaknya masih tidur. Makanya saya mengantarkan ke rumahnya seusai kegiatan bazar. Dengan membawa orderan, saya ke rumah teman Indonesia tersebut. Sampai di pintu, saya serahkan orderan masakannya…tapi si mbaknya malah mrebes mili,

Lalu saya yang tadinya biasanya saja, jadi tertular ikut mrebes mili. Ah, kami yang hidup di negeri jauh dari Indonesia, mungkin memang tahu betul perjuangan masing masing dari kami. Cerita-cerita itulah yang membuat saya cinta sama rumah yang saya sebut Rumah Mint itu.

Sekarang, rumah mint sedang direnovasi karena pengen nambah dapur yang lebih luas di belakang. Karena saya suka masak dan dapur sebelumnya cuma secuil hehe. Sebenarnya soal finansial, saya termasuk pemain aman, tapi kok ya nekadan. Saya bingung juga menyebutnya tipe apa kalau baca di Buku-nya Mbak Prita Ghozie, perencana keuangan favortit saya. Saya tipe no-utang utang club untuk soal konsumtif-dan renovasi rumah bukan kebutuhan urgent, jadi jelas saya mengambil biaya renovasi dari tabungan. Oke itu sifat pemain aman-nya ya. Tapi nekadan-nya itu ketika udah hire tukang dan tau perkiraan biaya renovasinya yang bikin tercengang hahah..

Ternyata ya bikin bangunan jaman now mantep banget ya biayanya. Akhirnya rada ngebut juga kerjanya agar ada pemasukan pemasukan tambahan, dan Alhamdulillah masih aman sampai sekarang. Tapi perencanaan keuangan itu penting banget sih, sama punya tujuan finansial biar hidup lebih tertata rasanya. Dan, hidup dengan situasi finansial yang aman itu juga membawa ketenangan hati juga lho. Saya banyak mendengar permasalahan keuangan, bahkan katanya soal finansial juga berpengaruh pada kehidupan rumah tangga. Ada satu kalimat dari mbak prita ghozie yang saya suka banget, intinya bahwa kita hidup itu sesuai dengan kemampuan finansial kita. Dengan slogannya Live a Beautiful Life!
Kapan kapan saya review bukunya Mbak Prita ya.


2 Komentar

  1. Selalu suka liat postingan rumah mint di IG mba, hehe..ikut terharu dan bangga dengan pencapaian mba untuk punya rumah. Saya termasuk geng yg setuju bahwa perempuan kalau memang harus bisa punya rumah sendiri sebelum menikah dan saya termasuk salah satu yang dapat cibiran banyak orang ketika akan beli rumah saat masih single.

    Semoga peluh terbayarkan ya mba saat menikmati bersantai di rumah mint

    BalasHapus
  2. hehe terimakasih, iya sepertinya kita tidak perlu terlalu memikirkan apa kata orang ya. Live our own life ..a beautiful life!

    BalasHapus