Kerja Paruh Waktu : Jalan Berliku Menuju PhD




Entah kenapa tiba-tiba saya ingin menuliskan cerita ini. Sepanjang perjalanan saya naik motor menuju ke kampus pagi ini, saya teringat ketika pagi-pagi dengan sedikit tersuruk-suruk saya menuju subway Hillhead untuk berangkat training kerja paruh waktu di Perusahan Pexel.

 Iya, saya baru sadar akan beberapa cerita yang tidak pernah saya tuliskan sebelumnya di blog ini selama studi Ph.D. Kondisi keuangan mahasiswa yang mengandalkan beasiswa pemerintah tak selalu baik.

 Karena terkadang uang beasiswa mepet, ataupun telat cairnya, sehingga saya beberapa kali harus mencari penghasilan tambahan. Seingat saya dulu, beasiswa Dikti Tahun 2011-2015an sebesar 800 GBP per bulan. Sebenarnya cukup sih, namun sayangnya seringkali pencairan beasiswa seringkali terlambat.

Saya jadi mengingat-ingat apa saja yang pernah saya upayakan untuk terus bertahan melanjutkan studi kala itu. Saya pernah bekerja paruh waktu di Pexel sebagai tenaga pengambil data menggunakan telepon untuk survey. Eh barusan saya cek website-nya masih aktif sampai sekarang lho, berarti perusahaannya masih ada : https://www.pexel.co.uk/. Tugas saya waktu itu menelpon beberapa toko kacamata di Indonesia untuk menanyakan kuesioner yang lumayan banyak item pertanyaannya.

Sebenarnya, enaknya pekerjaan itu bisa paruh waktu dan bisa dikerjakan dari flat sehingga tidak perlu datang ke kantor. Dan lebih mudahnya, sasarannya orang Indonesia sehingga tentu menggunakan bahasa Indonesia. Namun, ternyata pekerjaan seperti itu nggak cocok bagi saya. Karena saya jadi stressss!!

Hehe sebelum men-dial nomer yang akan dihubungi saja rasanya udah mules, karena mungkin ada kekhawatiran akan ditolak atau akan dikata-katain apa oleh yang menjawab telpon tersebut. Dan memang tidak mudah untuk menyelesaikan 1 kuesioner dengan lengkap, karena kalau berhenti di tengah dan kuesioner tersebut nggak komplit maka tidak ada dihitung sebagai capaian kinerja. Sepanjang bekerja, semuanya ada rekamannya jadi dalam melakukan wawancara tidak boleh mengarahkan jawaban. Jadi memang cukup challenging untuk menghasilkan kuesioner lengkap.

Nah, per kuesioner lengkap itu ada komisinya. Sebenarnya enaknya tuh berapapun jumlah kuesioner yang lengkap asal kita bekerja sesuai dengan rekaman sistem akan dibayar sesuai dengan berapa lama waktu kerja kita. Tapi memang sedikit sih kalau kita tidak menyelesaikan kuesioner-kuesioner yang lengkap.

Komisi dalam GBP sebenarnya lumayan banget waktu itu. Ada beberapa teman saya bisa travelling ke eropa hasil dari kerja di Pexel. Tapi, saya kayaknya hanya bertahan 2 bulan saja trus berhenti. Karena saya merasa mental “capek” banget. Again, mungkin karena saya nggak menikmati kerjaan itu, jadi bawaanya setelah kerja tuh energinya berasa habis banget untuk menghadapi berbagai respon-respon orang-orang yang saya telpon dengan berbagai variasinya itu. Jadi agak menganggu studi S3 saya karena energinya tersedot di kerja paruh waktu yang bagi saya kurang menyenangkan. Tapi itu pengalaman yang berharga sih.

                                   Yang terlihat di sosmed, saya kerjanya jalan-jalan mulu haha

Hummm kalau diingat-ingat saya pernah melamar kerjaan apa saja ya saat saya di Glasgow. Saya pernah melamar untuk kerja paruh waktu menjaga orang tua, di daerah yang tidak terlalu jauh dari Hillhead-flat saya. Sudah sempat diminta wawancara di suatu café di Botanical garden, ngobrol aja sih ditanyain macem-macem. Tapi kemudian tidak ada kabar beritanya. Saya pernah juga iseng ke kedai kopi gitu ketika di kaca ada tempelan mereka mencari penjaga kedai.

              “ Kamu bisa mengoperasikan mesin kopi?” tanyanya. Huaaaa saya belum bisa waktu itu. Jadilah saya belum diterima kerja di situ.

Selain itu, pengalaman mencari tambahan pemasukan bukan kerja ke instansi atau orang tertentu, tapi jualan. Saya belajar cara bikin bakso, tempe, kue kering kemudian jual di bazar. Pernah juga ikut bazar di luar kota, di Edinburgh 4 kali setiap minggu saat bulan Ramadan. Ini saya lakukan di tahun ke-empat studi saya, karena waktu itu permohonan perpanjangan beasiswa studi saya ditolak. 

Alhasil, saya harus mencari saya untuk terus bertahan menyelesaikan studi. Ada beberapa rekan saya, terutama yang membawa keluarga harus pulang duluan sebelum selesai studi dan mencoba menyelesaikan studi di Indonesia. Tentu karena bertahan dengan kebutuhan hidup sekeluarga lebih susah. Yah memang perjalanan menuju PhD lumayan berliku.

Setiap orang pasti punya jalan berliku-nya sendiri-sendiri. Mungkin agar suatu saat kita kenang kembali, bahwa hidup yang diperjuangkan itu akan muncul sederetan upaya-upaya terbaik yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan apa-apa yang kita inginkan.


Dan Tuhan pasti sebaik-baiknya pengabul doa. Yang tahu pasti apa yang terbaik untuk kita. **

 


0 Komentar