Glasgow sudah memasuki musim gugur, salah satu musim
favorit saya tentu saja karena pemandangan dimana-mana indah sekali dengan warna
dedaunan yang berubah warnanya menjadi merah kekuningan itu. Berasa romantis
gitu dimana-mana. Daun-daun berguguran, dan suhu udara sejak minggu lalupun
sudah turun drastis.
Hari hari menjelang viva, saya pun mencoba fokus untuk
belajar..heuu berasanya banyak banget yang nggak ngerti. Viva itu semacam ujian doktoral kalau di Indonesia. Tahap terakhir untuk meraih gelas doktor (PhD). Tadinya otak saya
masih santai-santai, masih nonton film di youtube, nulis nulis yang nggak
ilmiah, tapi tiba-tiba seminggu lalu datanglah email ke inbox saya yang
mengabarkan bahwa akan ada 3 kali mock viva (semacam latihan viva), sekali
dengan Mel dan Steph (dua orang Postdoc), kemudian dengan Alain (supervisor
saya) dan kemudian dengan mereka bertiga. Jreng! Sejak saat itu otak saya mulai
bekerja lagi dengan normal ahaha..memang kadang-kadang butuh digituin, biar
bangun dan nggak santai-santaian.
Senin lalu saya sudah melewati mock viva tahap 1, minggu
depan ada mock viva dengan supervisor saya dan minggu depannya lagi dengan
mereka bertiga, beberapa hari sebelum viva saya yang sebenarnya. Haihh berasa
serem serem gimana gitu sebenarnya. Tapi so far, baik baik saja. Cuma harus
banyak belajar dan fokus, biar otaknya tetep jalan.
Dan mungkin juga sembari diselingi jalan-jalan
#halaaah..kan belum foto-fotoan di antara guguran daun musim gugur.
Demikian sekilas cerita, belum bisa nulis-nulis yang macem-macem lagi. Mau
pamit belajar dulu untuk persiapan viva, nanti setelah viva InsyaAllah bisa
nulis-nulis nggak jelas yang lebih banyak lagi.
Aisha, nama itu semenjak sekitar dua bulan lalu begitu
menarik perhatian saya. Salah satu sahabat baik saya bercerita kalau ia memesan
kindle buku “ Aisha, the wife, the
companion, the scholar” dari amazon dan sedang merampungkan membacainya.
Dari ceritanya itulah saya jadi tertarik untuk membacai tulisan tentang Aisha
dari berbagai sumber. Hik malu memang, pengetahuan saya tentang salah satu
isteri Rasullah SAW ini sangatlah sedikit. Seringkali yang sering terlintas
selama ini, ya hanya Aisha-isteri Rasullah SAW yang dinikahi dalam usia yang
sangat muda. Kemudian sedikit cerita tentang tuduhan perselingkuhan Aisha yang
diceritakan dalam An-Nur. Lainnya nggak banyak ngerti hahaha..hiks.. ya
perempuan muda yang dinikahi dalam usia yang belum dewasa memangnya bisa apa
sih? Kasarnya begitu ya yang sempat terlintas..ya ampuuun parah ahah.
Nah..nah, ternyata setelah membaca tulisan-tulisan
mengenai Aisha, saya gantian malah jatuh cinta berat. Keren banget ini
perempuan, batin saya. Ternyata si perempuan muda ini memainkan peran yang
sangat penting dalam sejarah islam dan juga pergerakan perempuan dalam islam.
Dan apalagi kisah cintanya sama Rasullah SAW ya yang sering kali bikin lumer
ehehe. Karena di antara isteri-isteri Rasulullah SAW, selain Khadija, Aisha-lah
isteri yang paling dicintai dan disayangi Muhammad SAW. Dari tulisan-tulisan
yang saya bacai jelas sekali adanya equal
relationship dalam pernikahan Rasulullah SAW dan Aisha. Padahal rentang
usia mereka itu jauh banget ya, karena mereka menikah saat Rasul berusia 55
tahun, sedangkan usia Aisha sekitar 7-10 tahun, karena banyak sekali sumber
yang menyebut usia yang berbeda-beda. Kenapa selama ini yang ditonjolkan adalah
cerita pernikahan yang sangat muda ini ya? jadi selintas mengesankan kalau
islam mendukung pernikahan di bawah umur. Padahal tidak demikian, bahkan Aisha
tetap tinggal bersama orang tuanya, Abu Bakar dan Umm Ruman selama beberapa
tahun sebelum akhirnya hidup bersama Rasullullah SAW. Konon pernikahan Nabi
Muhammad SAW dengan Aisha ini dimaksudkan untuk mempererat hubungannya dengan
Abu Bakar yang bermakna politis, dan secara budaya arab hal itu sering
dilakukan dengan pernikahan.
“ In
mecca, where belief, self sacrifice and bravery were so necessary, He gave him
Khadija; In Medica, where the requirement of knowledge, intellegence and
reasoning were felt, He bestowed him, Aisha.( Aisha, the wife,
the companion, the scholar)
Yang paling menarik dari sosok Aisha adalah kombinasi
antara kecantikan, kecerdasan dan kematanganya walau di usia muda. Seperti
disebutkan di beberapa tulisan bahwa Muhammad
and Aisha had a strong intellectual relationship. Aisha merupakan salah
satu dari 3 isteri nabi (dua lainnya yakni Hafsa dan Umm Salama) yang hafal Al
Qur’an. Karena intelektualitasnya itulah Aisha dijuluki “Mother of Believer”.
Ia juga menarasikan 2210 hadits yang tidak hanya mengenai kehidupan pribadi
Nabi Muhammad SAW, tapi juga hal-hal seperti warisan, ziarah dll. Beberapa
sumber juga menyebutkan kalau ia juga mempelajari beberapa bidang keilmuan
seperti kedokteran dan kesusastraan. Whoah, mengagumkan sekali sih menurut
saya.
Dari beberapa tulisan yang saya baca, Aisha juga
digambarkan manusiawi seperti pernah cemburu terhadap isteri-isteri nabi yang
lain, mendebat nabi kala ada hal yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Kalau
kisah tentang romantismenya dengan Nabi banyak bertebaran dimana-mana. Saya sih
bayanginnya kalau mereka berdua tuh saling cinta banget, dan Nabi Muhammad SAW
sepertinya can’thelp fallin in love with
her. Panggilan kesayangan beliau kepada Aisha pun unyu banget : “Aisy”. Kalau mau
belajar menjaga keromantisan rumah tangga, sepertinya kisah Nabi Muhammad-Aisha
ini harus banget dijadikan rujukan *kode ahah.Ya soalnya ada banyak kisah-kisah yang membumi banget seperti kala
Rasullullah SAW lomba lari sama Aisha, kala menggendong Aisha pas mau nonton
pertunjukan, ataupun hal-hal yang sederhana seperti menyisirkan rambut atau mengoleskan
krim ke tubuh Rasulullah. Dan pada akhirnya pun Rasulullah SAW di akhir
hayatnya saat sakit-sakitan pun meminta ijin pada isteri-isterinya yang lain
untuk dia bisa beristirahat di rumah Aisha, dirawat dan pada akhirnya meninggal
di pangkauan Aisha. Aih, indah banget sih kisah cinta beliau berdua.
Sepeninggal Rasullullah SAW, peran Aisha sangat terasa
terutama sebagai rujukan utama tentang praktik ibadah Nabi, dan banyak
mengungkapkan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW. Coba deh baca-baca tulisan yang
menyebutkan praktik-praktik ibadah Nabi Muhammad SAW hampir sebagian besar
dikisahkan oleh Aisha. Kenapa bukan oleh isteri-isteri lainnya coba? Mungkin
inilah keistimewaan Aisha dengan intelektualitas dan memorinya yang
kuat.Salah satu kontribusi
intelektualitasnya yakni menjadikan teks verbal islam menjadi bentuk tertulis
yang menjadi sejarah resmi islam. Beberapa kisah juga menyebutkan peranan
politiknya pada tiga kekhalifahan yakni Abu Bakar, Umar dan Uthman. Ah,
perempuan ini ternyata sangat memikat hati. Dan akhirnya saya pesan buku “Aisha,
the wife, the companion, the scholar” via amazon dan tengah menunggu kedatangan
buku itu di tangan saya. Habis penasaran berat dan pengen tau lebih banyak aja
sih. Nanti kalau bukunya sudah datang dan sudah saya baca, InsyaAllah saya
bagikan reviewnya. Semoga semakin banyak perempuan-perempuan yang terpesona
untuk meneladani keistimewaan perempuan kesayangan Nabi Muhammad SAW, Aisha.
Semalam saya liat postingan
sahabat baik saya di wall ayahnya, mengucapkan selamat ulang tahun dengan
tautan lagu “Yang Terbaik Bagimu”. Saya tiba-tiba ingin mendengarkan lagu itu,
dan kemudian ada rindu menyeruak. Rindu bapak.
Lelakiku itu, hampir lebih
dari dua tahun tidak bertemu muka, walaupun sering kali menyapa lewat bbm
ataupun video call via skype. Tapi memang hadir dalam nyata selalu saja
menghadirkan perasaan perasaan yang berbeda. Saya jadi semakin menyadari,
distance is a matter..jarak tetap saja membatasi pertemuan-pertemuan yang
nyata. Walaupun kemajuan tehnologi membantu untuk bisa mengeliminasi
keterbatasan-keterbatasan jarak.
Saya merindui lelaki itu,
dan kemudian rasanya ingatan melintas menjelajah melewati tahun demi tahun yang
telah lalu. Saya mendewasa, dan ia semakin menua. Kadang kala kita ingin
menyangkal perubahan, tapi saya menyadari satu-satunya cara berdamai dengan
kenyataan adalah menerimanya.
Saya tetap dan selalu
mengagumi bapak. Mungkin semacam narsis di bawah sadar, karena saya merasa
sepertinya banyak mengcopy sifat-sifat beliau. Ada satu yang baru saya
sadari beberapa waktu ini. Saya menyaksi banyak perjuangan-perjuangan
beliau, bagaimana memperbaiki kehidupan keluarga, menyekolahkan anak-anaknya ke
jenjang pendidikan tinggi dan banyak peristiwa hidup lainnya. Kegigihan,
persistensi dan tidak pernah menyerah.
“Nanti pasti ada jalannya,” kalimat itu sering saya dengar kala menghadapi saat
saat sulit ataupun ketidakpastian.
Kalimat itu juga sering
beliau sampaikan pada saya kala dulu saya menapaki kehidupan dengan berbagai
macam peristiwa jatuh bangunnya kehidupan.
Hidup saya sejak dulu tidak
mudah, walaupun saya sangat sadar ada banyak kemudahan-kemudahan yang datang
dalam hidup saya. Hampir semua aspek dalam hidup saya, rasanya diperoleh dengan
perjuangan. Hidup saya penuh struggle, eh tapi mungkin memang tiap orang
struggle dengan kehidupannya masing-masing ya? Walaupun mungkin ada yang
naturally hidupnya lebih gampang dibandingkan lainnya..
Atau sebenarnya ini hanya
masalah perspektif belaka? Susah-berat-gampang? Memang relatif untuk setiap
manusia. Entahlah.
Tapi yang jelas orang tua
saya saja sering berkata: “sudah hapal kok, nanti pasti dikasih jalan,” begitu
kata mereka. Mereka hapal akan kesulitan-kesulitan yang sering kali menghampiri
hidup saya. Kadang-kadang itu melegakan namun juga mendatangkan sebersit rasa
bersalah. Karena mau tidak mau, orang-orang tercinta saya juga terkena
imbasnya. Ikut mikirin ahahah. Itulah makanya, sekarang ini saya lebih memilih
mana-mana yang harus saya ceritakan, mana mana yang harus saya selesaikan
sendiri. Saya tidak ingin lagi membebani mereka, walaupun sebenarnya mungkin mereka
tak pernah merasa terbebani.
Saya kini baru tersadar,
selama ini orang tua saya memberikan kesempatan pada saya untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan, tidak pernah memproteksi berlebihan serta jarang
memanjakan. Saya yakin setiap orang tua ingin yang terbaik untuk
anak-anaknya dengan pola asuhnya masing-masing. Dan saya bersyukur orang tua
saya memberikan kepercayaan pada saya dengan pola asuh yang demikian.
Membiarkan hidup menempa saya.
Nanti pasti ada jalannya,
Nanti pasti ada jalannya,
Nanti pasti ada jalan
dariNya,
Semacam mantri sakti pemberi
harapan. Mungkin itulah kenapa naturally saya lebih cenderung menganut konsep
optimisme dengan menggenggam harapan sebagai tenaga penggerak saya.
Dan saya tidak pernah jauh
jauh melihat contoh lain, bapak menjadi contoh hidup yang saya saksikan
perjuangannya.
Tapi saya juga menyadari
belakangan ini, hidup mencobai dengan banyak hal. Dan saya mendapati salah satu
pelajaran yang sulit adalah bagaimana membedakan saat kita harus terus berjuang
dengan kapan saat kita harus melepas. Kala jalan masih sulit..saya sering
berpikir mungkin kita harus berjuang lebih keras, mungkin waktunya belum tepat,
mungkin kita harus lebih banyak berdoa dan merayu Tuhan. Tapi sungguh
membedakan pertanda kapan harus terus berjuang dan kapan harus melepas menjadi
hal yang sulit untuk saya.
Melepas seringkali
berkonotasi dengan menyerah, dan menyerah merupakan kosakata yang jauh dari
hidup saya. Walaupun melepas berbeda dengan menyerah, saya tahu itu. Tapi
sungguh pelajaran pelajaran ini terus memperkaya lajur lajur hidup.
Saya lebih memilih
untuk terus berjalan berjuang, biar Tuhan nanti yang menunjukkan jalanNya,
Nanti pasti ada jalannya,
jalan dariNya.
Bapak.. semakin kuarungi hidup..semakin
aku tahu betapa hidup bukanlah hitam dan putih. Hidup bukanlah jalan yang
lurus-lurus saja, ada banyak kelokan, banyak persimpangan, banyak onak duri di
sepanjang jalan. Tapi hidup pula menganugerahiku dengan orang orang yang selalu
ada untuk menemaniku berjalan dan berjuang, membersamaiku menghadapi segala
macam perjalanan hidup.
Ah, saya merindui lelakiku
itu. Semoga senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang, bapak.
Salam rindu dari Glasgow
10 October
2015. Udara mulai mendingin, kala Glasgow senyap dini hari