Suasana Pasar Malam di George Square--Foto Koleksi Pribadi |
Hawa dingin
menyelusup, suasana masih gelap kala tirai jendela di samping kamar tidur ku
sibakkan. Sudah jam 8 pagi, sementara waktu subuh masih sampai pukul 8.30. Bisa
kau bayangkan waktu subuh baru berakhir pukul 8.30 pagi? Kabut tipis menutupi
pemandangan di luar jendela. Nampak satu dua lampu-lampu kamar di gedung
seberang yang menyala. Musim dingin memeluki Glasgow dengan eratnya. Ah, musim
demi musim berganti. Mungkin saja ini musim dingin terakhir yang bisa saya
rasai di Glasgow. Sepertinya saya masih ingin merayu Tuhan untuk memberikanku
kesempatan untuk merasai kembali
berbagai musim di tahun tahun berikutnya.
“ Aku nggak yakin bisa nggak ya ke
luar negeri lagi, buat conference atau training apa gitu? Soalnya kayaknya
universitasku di Indonesia nggak mensupport biaya-biaya untuk aktivitas seperti
itu,” kata sahabat saya, yang dosen juga di Indonesia.
“ Bisa lah.” Jawabku mantap.
Walaupun memang kenyataannya begitu kembali ke Indonesia, tentu saja fasilitas
fasilitas yang biasanya kami dapatkan akan hilang atau berkurang. Selama S3 di
sini, saya tinggal email ke supervisor-yang biasanya tinggal bilang oke-oke
saja- kalau saya mau konferensi dimanapun, asal abstract saya diterima. Masalah
biaya tidak pernah jadi persoalan, saya cukup mengisi form dan beliau tanda
tangan. Mulai dari tiket, akomodasi dijamin dibayari full. Tentu saja, sekarang
saya harus berpikir beberapa kali untuk pergi-pergi ke luar negeri untuk
konferensi dan semacamnya, yang bayarin siapa ? ehehe. Universitas saya di
Indonesia memang memberikan bantuan biaya untuk konferensi international namun
banyak syaratnya dan juga belum tentu dibiaya semuanya.
Namun begitu,
saya yakin pasti ada berbagai macam jalan dan cara untuk bisa ke luar negeri
lagi. Iyah, kadang-kadang saya ini terlalu yakin. Nggak ada salahnya juga kan? Ehehe.
Siapa tau bisa apply funding lain? Siapa tau dibayari lembaga apa lah..itulah..
Ah, perasaan saya kadang kadang berada di antara bersiap
siap kembali di tanah air, dan juga bersiap meninggalkan Glasgow. Ataupun
kadang, saya hanya ingin menikmati saja saat ini, apa yang ada dijalani dan
disyukuri. Ada berbagai macam kecemasan-kecemasan untuk kembali ke tanah air.
Ada pula banyak rencana-rencana yang berderet di kepala sekembalinya saya ke
tanah air. Begitu pula banyak kehilangan kehilangan serta perasaan yang entah
namanya apa menjelang waktu-waktu terakhir saya berada di Glasgow. Kota ini
sudah terasa seperti rumah. Tentu saja berat meninggalkan Glasgow, tapi hidup
harus terus berjalan dan berjalan. Pada akhirnya, saya hanya ingin menikmati
apa yang masih ada. Minggu depan rencananya saya akan ke Belanda, liburan
sekaligus menemui sahabat baik saya, Nuning-yang dulu pernah kami sama-sama
bermimpi untuk bertemu di dunia biru. Kali ini, saya ingin mewujudkan pertemuan
itu. Saya insyaAllah akan ke Belanda sekitar satu minggu dan jalan-jalan di
beberapa kota di sana. Agak deg-degan sih, hihi karena saya nggak pakai visa ke
sana. Menurut peraturan untuk pemegang paspor biru, nggak perlu visa kesana.
Namun tetep berasa deg-degan juga, semoga lancar-lancar di imigrasi. Sebenarnya
pengen juga sih eurotrip, yang sampai saya mau pulang pun belum kesampaian
ehehe. Tapi sekarang ini kantong sudah cekak, semoga suatu saat ada rejeki
untuk bisa eurotrip. Yang penting yakin dulu #halaaah ehehe..
Begitulah, nikmati saja apa yang ada. Syukuri apapun yang
menghampiri. Hadapi apapun yang harus dihadapi. Saya tidak bilang itu mudah,
sepertinya itu semua pelajaran-pelajaran yang akan terus dipelajari sepanjang
usia.
“ Kamu apa
kabarnya? Any update?” tanya sahabat saya di Indonesia.
“ Biasa
aja, sedang menikmati apa yang ada,” jawab saya.
“ Wuih
bagaimana bisa? Tips dong,” begitu tanya dia. Kami masing masing tahu sedang
berada dalam keadaan yang sulit, kadang sering kali berdiskusi tentang hidup.
Tapi kami masing-masing tidak tahu apa keadaan yang sedang dihadapi
masing-masing. Sorry, aku nggak bisa
cerita. Kami masing-masing punya hak apa hal hal yang mau dishare-dan apa
apa yang nggak bisa, di situlah saya merasa sangat appreciate dengan sikapnya.
“ Tips apaan yak,
kayaknya udah capek deh protes-protes eheh..ya udah, akhirnya menikmati saja
yang ada. Syukuri apapun, not comparing to others. Yah, kayak gitu-gitulah
standar. Aku tahu kamupun udah tau itu kan.” Begitu jawab saya. Dan memang
begitu, kebanyakan kita tahu apa yang seharusnya dilakukan, tapi memang praktik
tak semudah apa yang terkatakan. Cukup janganlah terhenti untuk terus berjalan.
Begitulah musim dingin kali ini. Di Glasgow, suasana
menjelang natal masih semeriah tahun tahun yang lalu. Seperti biasa, George
Square sudah penuh dengan hiasan lampu-lampu yang semarak. Ada pasar malam yang
digelar selama sebulan. Komidi putar, area ice skating, serta aneka permainan
khas pasar malam tersedia untuk merayakan libur dan suasana natal. Christmas
market juga seperti biasa sudah berjajar di kawasan St. Enoch. Setiap kota
berhias diri secantik cantiknya di Bulan Desember. Di sini, menyambut natal
seperti suasana menyambut lebaran di Indonesia. Meriah, semarak, dan penuh
dengan rona-rona kegembiraan.
Semoga begitulah hidup, senantiasa diisi dengan
kemeriahan kebersyukuran akan hidup, dan rona kegembiraan atas banyaknya kasih
dan anugerahNya.
Salam hangat dari musim dinginnya Glasgow,
17 Dec 2015